Pendidikan Kini dan Nanti Bukan Lagi Soal Pandemi

M. Gorky Sembiring, Praktisi Pendidikan Jarak Jauh

Kejenuhan dalam dunia pendidikan sejak pembelajaran daring pindah dari luring sudah relatif lama terasa. Semua berharap pandemi cepat berakhir dan sekolah bisa berjalan seperti sediakala. Maunya, pembelajaran dapat lagi berlangsung secara luring. Yaitu pembelajaran tatap muka dan dengan interaksi langsung. Tapi kapan pandemi berakhir tak diketahui. Satu yang harus disadari bersama, meski ada atau tidak pandemic, pendidikan tidak boleh berhenti, apa lagi berakhir!

“Kelanggengan bukan dimiliki semata oleh para insan yang hebat. Tetapi, oleh mereka yang mampu dengan cepat beradaptasi mulus dalam setiap keadaan, dalam semua pergeseran.”

Belajar secara jarak jauh dalam jaringan sesungguhnya bukan hal baru. Jauh sebelum pandemi melanda sudah banyak diterapkan. Termasuk di Indonesia. Telah dimulai secara formal oleh Universitas Terbuka sejak 1984. Selain itu, memasuki perubahan jaman di mana dunia masuk ke era Revolusi Industri 4.0 dan Masyarakat Digital 5.0, sesungguhnya membawa sistem pendidikan menuju ke pembelajaran jarak jauh.

Pembelajaran dalam jaringan yang sering kita sebut daring, seperti yang berlangsung saat ini. Hanya saja pandemi  melanda dunia secara tidak terduga, membuat percepatan pelaksanan pembelajaran daring terjadi tanpa persiapan. Akibat situasi ini, terjadi kegagapan mendadak karena ketidaksiapan pihak terkait. Yaitu, siswa, guru maupun lembaga pendidikan.   

pexels-julia-m-cameron-4145153

Sekali lagi, sesungghnya tanpa pandemi pun sistem pendidikan akan menuju ke sana. Namun tentu saja dengan perencanaan serta persiapan matang. Tidak seperti yang terjadi saat ini. Sumber ketakutan bukan lagi sekedar efek pandemi, tapi bertambah dengan ketidakpercayaan akan masa depan dan Pendidikan anak-anak kita. Juga keraguan akan kualitas pendidikan. Termasuk kekuatiran bakal terjadi generation loss (learning loss).

Diawali dengan keresahan para siswa tentu saja, di usia produktif dengan kebutuhan sosialisasi tingkat tinggi, ternyata harus ‘terkurung’ dan belajar sebatas ruang kotak. Tak ada interaksi aktif dengan guru apalagi teman. Lalu, dipaksa mandiri dan tak jarang seorang diri. Tanpa bisa memilih. Semua berubah menjadi sebuah kerinduan. Bahkan guru galak yang selama ini ingin dihindari pun jadi sangat dirindukan. Ibu kantin dengan segala menunya, halaman sekolah, ruang kelas, papan tulis, dan pegawai kebersihan.

Pokoknya semua elemen belajar yang selama ini mengelilingi lingkup fisik siswa mendadak hilang. Sepanjang jam pelajaran harus menatap satu arah. Menatap ke area terbatas layar komputer atau laptop. Atau, bahkan layar HP yang jauh lebih sempit.

Kemudian disambung suara galau orang tua yang merasa beban bertambah. Selama ini ada jam di mana orang tua ‘terbebas’ dari anak karena sudah diambil alih sekolah. Paling tidak selama 6-8 jam per hari, kecuali libur.

Parents Guide
Parents Guidehttp://www.burhanabe.com
Info seputar parenting, mulai dari kehamilan, tumbuh kembang bayi dan anak, serta hubungan suami istri, ditujukan untuk pasangan muda.

Related Posts

Comments

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

0FansLike
400FollowersFollow
8,385FollowersFollow

Recent Stories