Untung sudah melatih diri tetap waras meski cemas dengan melupakan semua permasalahan. Aku malah ingin tahu bagaimana keadaan seorang teman masa kecilku yang pasti saat ini sedang kuatir akan nasib keluarganya di wilayah lintasan perang.
Tolong abaikan soal keberpihakan pada satu negara apalagi ingin menjual kesedihan salah satu pihak. Sama sekali tidak. Ini soal pertemanan semata. Sesungguhnya unik, karena yang kukisahkan justru mewakili darah keturunan banyak wilayah.
Temanku menikahi pria Rusia. Sedikit tambahan, informasi dalam tulisan ini berasal langsung dari pemilik kisah. Bukan hasil telurusan jemari pintar yang orang modern sebut Google.
“Banyak warga Rusia dan Ukraina itu berkeluarga. Semasa keruntuhan Uni Soviet, banyak keluarga mendadak jadi bangsa yang berbeda-beda,” begitu katanya mengawali obrolan.
Suami temanku menjadi warga Rusia, sebab ketika Uni Soviet kolaps, dia bekerja di Moskow. Namun kakaknya menjadi warganegara Belarus karena bertugas di Minks. Sementara Ayah dan Ibunda mereka menjadi warga Ukraina.
Secara etnis dia terlahir dari ayah warga Belarus/Polandia dan beragama Katolik, sementara ibu dari Ukraina beragama Ortodoks. Percampuran darah yang sesungguhnya jamak terjadi di Uni Soviet dan Rusia modern kini. Sebagaimana kini keadaan putri cantiknya akan menjadi gadis berdarah beberapa campuran di atas ditambah satu aliran darah lagi, Indonesia.
Perang pun pecah!
Masihkah bisa kita berkata siapa yang salah atau berpihak pada siapa? “Situasi berat sudah terjadi sejak 2014. Saat itu laki-laki dewasa Rusia usia 18 tahun ke atas, takut kembali ke Ukraina karena alasan keamanan mereka. Banyak keluarga Rusia – Ukraina itupun, meski dalam garis keturunan sedarah karena pernikahan campur, kerap terjadi pertentangan pendapat dalam bahasan politik,” tuturnya.
