Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPPA) Kementerian PPPA, sepanjang tahun 2021 terdapat 10.247 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan dengan jumlah korban 10.368 orang. Untuk data kekerasan terhadap perempuan dari 1 Januari-21 Februari 2022 terdapat 1.411 kasus.
“Jika kita lihat dari data kejadian dalam lingkungan pendidikan membuat kita miris, karena idealnya lingkungan pendidikan menjadi tempat untuk belajar kehidupan dan kemanusiaan justru menjadi tempat dimana nilai-nilai kemanusiaan direnggut dan dilanggar, karena adanya relasi budaya, kebiasaan sosial dan yang paling parah adalah adanya relasi kuasa antara dosen, staf, mahasiswa yang tentunya ini berhubungan dengan pelaku dengan ancaman atas diskriminasi bahkan berdampak kepada status akademis korban,” katanya.
Untuk itu, Menteri Bintang mengajak semua pihak khususnya para pelaku pendidikan termasuk mahasiswa untuk bersama-sama bisa mengurai dan berkomitmen tentang pentingnya pendidikan bagi masa depan bangsa, generasi yang tidak lahir dengan latar belakang kekerasan.
“Kekerasan yang terjadi di lingkungan pendidikan juga menjadi prioritas kegiatan kami di KemenPPPA, sehingga saya menyampaikan apresiasi kepada Mas Menteri Dikbudristek yang telah menerbitkan Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi,” katanya.
Ia juga mengapresiasi Perguruan Tinggi yang sudah menerbitkan Peraturan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Kampus seperti di Universitas Gadjah Mada sehingga bisa menjadikan semangat untuk kampus-kampus lainnya dalam melindungi anak-anak sebagai generasi penerus bangsa.
KemenPPPA juga terus berkomitmen untuk memperkuat penyediaan layanan terhadap perempuan dan anak korban kekerasan. Dalam kaitan ini, Kemen PPPA membuka layanan Hotline SAPA 129 untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi layanan pengaduan kasus kekerasan yang dialami oleh perempuan dan anak.
Layanan ini juga terhubung dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah dalam Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), yang hingga saat ini telah terbentuk di 29 Provinsi dan 165 Kabupaten/Kota untuk mengelola dan memberikan pelayanan, termasuk perlindungan khusus kepada korban dan/atau penyintas kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Sinergi dan dukungan dari semua pihak merupakan kunci dalam mewujudkan perlindungan hak perempuan dan anak yang merupakan penerus bangsa termasuk organisasi mahasiswa.
“Mereka adalah calon-calon pemimpin masa depan, agent of change dan sebagai social control dan sekaligus sebagai pelopor dan pelapor dalam perlindungan perempuan dan anak dari berbagai isu kekerasan baik masa sekarang dan masa depan,” kata Bintang.
Ia berharap akan semakin banyak pihak yang menyadari pentingnya memberdayakan, memberikan perlindungan kepada perempuan. Sebab jika perempuan memiliki akses yang lebih luas, berpartisipasi ikut serta menentukan arah pembangunan, maka perempuan akan mendapatkan manfaat pembangunan yang setara dengan laki-laki.