Ponsel atau gadget lainnya bisa menjadi distraksi dan mengurangi kualitas waktu bersama keluarga, karenanya perlu ada pembatasan penggunaannya.
Selain itu, sebagaimana yang kita ketahui, layar LED, baik itu layar TV, monitor, laptop ataupun ponsel, memancarkan apa yang dinamakan “Blue Light”, yang mempengaruhi tidak hanya daya tahan mata kita tetapi juga mengganggu jam biologis tubuh yang dikenal dengan nama “Curcadian Rhythm”, di mana ketika tubuh lelah maka otak akan menerima signal untuk beristirahat. Ketika terganggu maka sinyal tersebut tidak diterima dengan baik oleh otak dan menyebabkan susah tidur.
Baca juga: Ayah Hebat Harus Terlibat
Layar kaca pada ponsel, TV, komputer, adalah jendela ke dunia yang dibangun di tengah era arus informasi super cepat. Kita tidak boleh lengah terhadap beragam ancaman yang di sana tetapi juga tidak perlu menjadikannya momok.
Malah, bila dimanfaatkan dengan baik maka terbuka segudang kesempatan untuk belajar banyak hal bahkan melalui konten yang bersifat hiburan.
Tentunya, di sinilah porsi pendampingan orang tua menjadi krusial sebagai katalisator yang tidak hanya melindungi tetapi juga membimbing si kecil menavigasikan diri mereka di dunia maya.
Menonton YouTube bisa menjadi kesempatan belajar baca, bahkan mengenal bahasa asing, bila kita mampu mengarahkan si kecil kepada konten yang memang berkualitas.
Bahkan bermain game juga sudah banyak disebut dalam beragam penelitian sebagai salah satu cara mengembangkan kemampuan lanjutan anak dalam berpikir dinamis, mengembangkan kemampuan memecahkan masalah dengan cepat dan tepat, serta mengekspresikan kreativitas.
Lalu, kapan sih idealnya kita membolehkan si kecil memiliki ponselnya sendiri?
Ikuti bahasannya berdasarkan buku “The Modern Parent’s Guide to Facebook and Social Networks” di artikel selanjutnya yah Moms and Pops.