Berdasarkan hasil penelitian BKKBN 2021, indeks kesiapan berkeluarga remaja usia 20-24 tahun yang dikategorikan “belum siap” adalah 72.91.
Jika indeks kesiapan berkeluarga kurang dari 80 dikategorikan belum siap. 6 (enam) dimensi yang belum siap adalah aspek finansial, usia rencana menikah, emosional, fisik, intelektual, dan sosial.
Sedangkan 4 (empat) dimensi yang siap adalah aspek keterampilan hidup, mental, interpersonal, dan moral. Penelitian ini dilakukan secara daring terhadap 7.322 remaja usia 20-24 tahun yang belum menikah pada 20 Juli – 7 Agustus 2021.
“Persiapan keluarga, kami juga mengukur dengan data-data terkini, bagaimana sih dengan indeks kesiapan berkeluarga remaja ini sehingga nantinya siap untuk siap nikah dan siap hamil,” hal ini diungkapkan oleh Kepala BKKBN Dr.(H.C) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) pada acara Forum Diskusi Denpasar 12 melalu daring pada Rabu (06/22).
Baca juga: Ayah Mengasuh Anak? Kenapa Tidak
BKKBN menitikberatkan kepada penajaman atau konvergensi pada data keluarga beresiko stunting agar program percepatan penurunan stunting tepat sasaran. Dalam Aplikasi Elektronik Siap Nikah dan Siap Hamil (ELSIMIL) secara nasional hingga siaran pers ini dirilis dapat diketahui bahwa terdapat 65.833 jumlah calon pengantin.
Dari jumlah tersebut ditemukan sebanyak 22 persen catin perempuan mengalami anemia, 18 persen catin perempuan juga mempunyai lingkar lengan atas kurang dari 23,5 cm. Data-data tersebut dapat diakses secara real time by name by address oleh para Kepala Daerah masing-masing agar intervensi bisa segara dilakukan sebelum terjadinya pernikahan dan kehamilan.
“Secara nasional kita sudah 65ribu lebih yang dimasukkan lewat Elsimil lingkar lengan atas berapa yang mau nikah dan HB nya berapa ini catin sudah lumayan banyak (terdata).”
“Kalau kita lihat juga lumayan mengerikan, secara nasional itu ini data baru 2 minggu lalu sampai hari ini data bergerak terus. Indonesia 22 persen, kemudian NTT pas saya kesana pas 876 catin yang kita periksa 48 persennya anemia calon ibu rumah tangganya. Di TTS (Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT) 47 persen anemi. Lingkar lengannya secara nasional 18 persen kurang dari 23,5 cm. Kemudian di NTT 30 persen, di TTS 27 persen. Kenapa TTS karena kemarin dikunjungi Presiden karena ini TTS yang tertinggi (se-Indonesia),” tambah Dokter Hasto.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua MPR RI Dr. Lestari Moerdijat, S.S., M.M. juga mengajak semua pihak ikut bekerjasama mengantisipasi agar tidak terjadi sebuah kondisi dimana sebuah generasi hilang akibat stunting yang dihadapi Indonesia.
Baca juga: Kolom GWTT: Apa Beda Cemas Biasa Dengan Gangguan Kecemasan?
“Data dari BKKBN sendiri menyebutkan bahwa angka prevalensi stunting kita masih tinggi yaitu 24,4%. Artinya 1 dari 4 anak di Indonesia berada dalam kondisi stunting. Dan angka ini sendiri masih berada di atas angka standar yang ditoleransi oleh WHO. Kemudian bagaimana kita menghadapi masa depan kita? Khususnya ketika kita berbicara 100 tahun Indonesia, menyambut Indonesia Emas, bagaimana kita mempersiapkan generasi yang siap mengambil alih tongkat kepemimpinan dan kemudian menjadi generasi penerus. Kalau kita tidak menyelesaikan permasalahan ini hari ini itulah sebabnya kita harus bersama-sama semua pihak untuk mencoba mencari akar permasalahannya dan mengambil peran khususnya dalam mengatasi permasalahan ini,” imbuhnya.
Selain menghadirkan Kepala BKKBN, hadir sebagai narasumber yaitu Ketua Komisi IX DPR RI Felly Estelita Runtuwene, Rektor Universitas YARSI selaku pakar Ilmu Gizi Prof. dr. Fasli Jalal, Sp.GK., Ph.D., dan Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kemenkes RI dr. Maria Endang Sumiwi, M.P.H.
Selain itu hadir sebagai penanggap Ketua Bidang Perempuan dan Anak DPP Partai NasDem Amelia Anggraini dan Ketua Umum Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah 2016-2020 Dyah Puspitarini.
Foto utama oleh Rendy Novantino dari Unsplash
Foto lainnya dari BKKBN