Tja! Sekarang Tuhan mau lewat? Kutambahkan lagi, tidak hanya lewat. Sengaja khusus mencari, bahkan ingin melawat hatiku. Bawa kabar sukacita dan damai sejahtera. Adakah persiapan sebagaimana euphoria menanti figur terkenal mau lewat?
Berdandankah sejak pagi, mempersiapkan pakaian terindah, make-up manglingin? Atau berebut terdepan agar bisa mengabadikan alur pertemuan? Lantas menuliskan semua peristiwa agar semakin banyak orang tahu? Menyebarkan penuh suka cita?
Hmmm, ijinkan aku tidak menjawab sambil menahan rasa malu. Biarlah jadi pergumulan batin saja seraya merenung sbagai refleksi pribadi betapa tidak adilnya aku pada pemilik jagat raya ini. Sudah menyediakan waktu bahkan secara pribadi tidak saja ingin lewat bahkan mampir di hatiku. Tapi kenapa tidak berusaha menemui apalagi membukakan pintu.
Terlalu sibuk mempersiapkan telur berhias, figur kelinci berlumur white chocolate maupun dark chocolate, sebagai simbol-simbol perayaan Paskah. Tak perlu pula membahas kenapa sampai kegiatan menghias dan permainan mencari telur jadi semacam tradisi. Info begini mudah diperoleh dengan penelusuran. Tapi begitulah kemeriahan mewarnai suasana Paskah dalam tradisi umat Kristiani.
Karena tahun ini merupakan paskah pertama tanpa Ibu, hanya kenangan soal Egg, Love and Pray tetap melekat sejak kecil. Bagaimana dengan penuh cinta ibu mengajarkan mulai dari merebus telur dibubuhi pewarna makanan. lalu melukis wajah di salah satu sisi telur. Ibu membantu menghias telur untuk lomba dan aku kalah.
Kami hanya membuat alis, hidung, mulut dan mata yang menurutku sudah indah. Tapi pemenangnya bocah cilik yang sama-sama melukis wajah tapi menambahkan rambut dari benang-benang wol di bagian kepala. Jujur memang karya bocah itu lebih bagus tapi aku tetap sedih karena kalah.
Baca juga: 7 Sanggar Seni Anak di Jabodetabek
Ibu malah penuh cinta mengajakku berdoa, tapi bukan mendoakan supaya lain kali bisa menang. Hanya berucap supaya diberi kebesaran hati menerima kekalahan. Ibu mempersiapkan aku bukan untuk selalu menang, tapi agar siap menerima apapun perolehan hasil daya upaya.
Satu kenangan manis lagi, selain telur, cinta dan doa, Ibu selalu mentraktir bakmi pangsit di depan gereja. Serunya ini merupakan ‘format’ baku dari sejak belum tahu apa-apa. Entah kenapa pula di setiap gereja manapun selalu ada tukang bakmi pangsit. Lekat dalam ingatan, bahwa bakmi jadi ‘senjata’ ampuh menggiring anak-anak ke gereja dari kecil hingga dewasa bahkan menua.
Bayangan semangkuk bakmi pangsit akan membuat energi semakin kencang berangkat ibadah. Uniknya pula, janji bakmi berlanjut ke anakku setiap berangkat ibadah. “Ayo cepat, ntar pulangnya makan bakmi.”
Baca juga: Sains di Balik Beragam Ulah Si Kecil yang Menggemaskan
Memang jangan sampai pula bakmi jadi tujuan utama, tapi terus terang ‘magnet’ bakmi membuat semua anak berangkat penuh semangat dan menjalani segala ritual dengan hikmat. Terbayang setelah kenyang santapan rohani, bakal digenapi hidangan jasmani. Sambi menyediakan diri seraya membuka hati sebagai tempat di kala Tuhan lewat dan mampir melawat kita.
Moms dan Pops, ada nggak ya pengalaman semacam ‘janji bakmi’ ini bersama buah hati? Atau kisah soal telur Paskah, cinta dan doa? Boleh dong berbagi cerita serunya ya. (IS)
Foto utama dari Burst. Foto ilustrasi lainnya oleh Antoni Shkraba dan Cottonbro dari Pexels serta Insan Boy
Bakmi pangsit memang selalu jadi daya tarik buat rayuan ke anak. Dan lucunya ini memang semacam turun menurun gitu ya. Masa kecil akupun penuh rayuan bakmi pangsit dari ibu sehabis ibadah. Kebiasaan itu kuteruskan pula ke anak-anakku. Semoga aja tanpa bakmi pun mereka tetap rajin ibadahnya ya. Tapi ini bener banget lho, soal gerobak bakmi selalu ada, jadi mendukung juga ‘diwariskan’ kebiasaan ini.