- Jangan menyogok anak agar mau makan.
Hindari memberikan iming-iming jajanan kesukaan dia hanya agar ia mau menurut disuruh makan. Hal seperti itu dapat menanamkan nilai keliru bahwa melakukan hal yang baik dan benar ada hadiahnya, sementara tidak seperti itu di dunia nyata. Hadiah dari makan sehat bernutrisi sudah jelas: Tubuh yang kuat, jiwa yang sehat, bukan coklat atau permen.
- Waspadai jajanan anak.
Kadang masalah yang dihadap adalah bukan karena si kecil tidak suka makan tetapi karena memang sudah kenyang karena jajan atau nyemil, yang kandungannya sebagian besar hanya kalori saja seperti keripik, kue, permen, soda, dan lain sebagainya. Bila ingin menawarkan si kecil camilan maka pastikan camilan itu melengkapi makanan pokoknya, bukan malah menggantikannya.
Baca juga: Sains di Balik Beragam Ulah Si Kecil yang Menggemaskan
- Tentukan batasan jelas.
Menurut Jody Johnston Pawel di awal tadi, cobalah untuk hindari terlalu mengontrol atau terlalu membebaskan anak dalam hal sarapan, makan siang atau makan malam. Cobalah cari dinamika yang pas melalui komunikasi terbuka seperti membuat aturan boleh makan camilan tetapi harus setelah makan siang atau makan malam, contohnya. Pastinya diperlukan konsistensi dan konsistensi hanya akan berkesinambungan bila memang masuk akal dan dapat diterima kedua pihak.
- Jadilah panutan bagi si kecil.
Hindari pola didik di mana kita menyuruh anak melakukan hal yang kita sendiri tidak lakukan atau malah langgar. Akan sulit membesarkan anak yang lebih suka makan ketimbang jajan bila kita sendiri mengkonsumsi berbagai makanan berkadar lemak, gula dan garam yang ringgi.
Sebagai penutup, kita kembali ke Elizabeth Ward, MS, RD. yang menyampaikan bahwa ketika melewati masa balita, kebanyakan anak dengan sendirinya akan lebih terbuka terhadap variasi makanan.
