129 tahun silam saat Meneer Bosscha, Sang Juragan, menginjakkan kaki di tanah Hindia Belanda. Ia berusia 22 tahun saat itu. Beliau bekerja membantu pamannya di wilayah Sukabumi sebelum akhirnya hijrah ke Bumi Priangan tahun 1896. Di Malabar-Pangalengan, Bosscha mendirikan perkebunan teh Malabar hingga mencapai luas 2.000 hektar. Dua pabrik teh juga didirikan yang masih berfungsi hingga sekarang. Bosscha bukan seorang Londo kebanyakan saat masa penjajahan. Beliau memiliki tempat khusus di hati masyarakat saat itu karena kebaikan dan kemurahan hatinya.
Baca juga : Rekomendasi wisata kuliner di Cirebon
Beliau memajukan perekonomian warga lokal dengan mempekerjakan mereka di pabrik teh miliknya. Dengan sifat dermawannya, Bosscha juga mendirikan rumah-rumah untuk para pekerja, bahkan sekolah pun didirikan agar para pekerja tak buta aksara. Sekolah yang awalnya bernama Vervolog Malabar berjarak tak jauh dari kediaman beliau sampai saat ini masih beraktivitas dengan nama Sekolah Dasar Malabar.
Bukan hanya masyarakat Malabar yang merasakan jasa dari sang Meneer, kini seluruh masyarkat Indonesia layaknya berterima kasih kepada Bosscha. Technische Hoogeschool te Bandoeng – sekolah tinggi teknik di Hindia Belanda yang kini dikenal sebagai Institut Teknologi Bandung (ITB) adalah salah satu peninggalan dari beliau.
Dan yang paling terkenal adalah peninggalan beliau di Lembang, Observatorium Bosscha. Beliau bukan seorang astronom, tapi beliau adalah penyandang dana terbesar yang membeli Teleskop Refraktor Bamberg dan Teleskop Refraktor Ganda Zeiss, teleskop tertua dan terbesar yang ada di dalam Observatorium Bosscha yang kini menjadi landmark di Bandung Utara.
November 1928 mungkin tahun berkabung bagi seluruh masyarakat Malabar. Sang Meneer meninggal di pangkuan salah satu pekerjanya. Beliau meninggal karena penyakit tetanus yang terinfeksi saat terjatuh dari kuda di Bukit Nini, bukit di belakang rumah Bosscha.
Sesuai permintaan terakhirnya, Bosscha dimakamkan di tengah Perkebunan Teh Malabar. Hutan kecil menaungi peristirahatan terakhirnya. Warga Malabar, terutama para pekerja di Rumah Bosscha, penginapan dan pengurus makam, percaya jika Bosscha kadang terlihat di beberapa lokasi. Bermain piano di rumah, mengawasi produksi di pabrik teh, atau sekadar bersantai membaca koran sambil menyeruput teh di samping pusaranya sendiri. -LA-
– Finding Indonesia –