Ups, baiklah menjauh dari suhu panas politik negeri akibat beda pendapat. Kembali ke urusan rumah tangga meski tak lepas dari kebijakan politis pula bahkan kadang lebih panas.
Coba didata yuk situasinya.
Beda pendapatan dengan suami atau suami tidak berpendapatan?
Di mana situasi Anda?
Kalau aku, ada di situasi kedua. Masalahkah?
Mohon bersabar, aku jelaskan!
Akan bermasalah ketika kelelahan, sementara suami tidak ambil peran. Lalu muncul rasa ingin berontak, tak rela.
Tapi, jadi tidak bermasalah ketika situasi ini kusikapi hanya soal gantian. Dulu dia sibuk, sekarang giliranku.
Selanjutnya, akan bermasalah karena mengambil alih tanggung jawab kepemimpinan hanya karena telah menopang ekonomi keluarga.
Tapi, jadi tak soal bila hanya bekerja, sementara peran kepala keluarga tetap suami.
Kepemimpinan kan bukan perkara siapa mendapat berapa. Lebih kepada kemampuan leadership. Meski tanpa pendapatan, tidak lantas seseorang nggak mampu memimpin keluarga. Lagi-lagi ini soal penerimaan dan cara pandang semata.
Saatnya temukan pangkal permasalahan agar mudah menemukan penyelesaian. Kembali pada penetapan pembagian peran. Tolong dicatat, pembagian peran, bukan pertukaran peran.
Nggak perlu sampai perempuan seperkasa pria. Apalagi sebaliknya, pria berubah gemulai. Tetap pada kodrat masing-masing, hanya berbagi peran.
Bila memang perempuan jadi penopang perekonomian keluarga, cukup sampai berupaya saja. Hindari mengambil alih peran kepemimpinan. Terlebih merasa berhak menguasai hanya karena di kantor jadi bos, sampai rumah terbawa-bawa.
Kondisi istri berpenghasilan lebih dari suami mmg butuh keluasan hati dari kedua pasangan. Istri tdk boleh jumawa, suami jangan minder apalagi baper.
Yg utama bagi keduanya adalah perlu BERSYUKUR dan selalu BERSERAH pada penyelenggaraan Ilahi.