Tanpa sadar atau bahkan secara sadar memperlakukan suami dan anak serupa karyawan. Memojokkan pasangan hingga tak punya wibawa hanya karena tidak menghasilkan.
Barangkali betul tidak menghasilkan secara ekonomi. Duduk seharian bersahabat gadget. Tapi apakah perempuan bisa bekerja tenang di luar sana jika suami tidak mejaga rumah dan anak-anak dengan baik?
Sebaliknya bila pria tak mampu berperan dalam finansial dan tetap diberi hak serta kesempatan sebagai kepala, maka memimpinlah secara bijaksana. Usah merasa rendah atau ‘direndah’kan hanya karena harus berkutat dengan urusan rumah. Rumah pun butuh sistem manajerial dengan House Manager.
Sekali lagi semuanya sekadar pembagian peran dan situasi. Sekarang istri berkesempatan kerja seturut keadaan. Sebelumnya suami sudah melakukan.
Masih ada kondisi lain lagi. Suami diam di rumah, rewel pula. Tidak setia bahkan nggak menghargai istri sudah lelah bekerja dan seenaknya sendiri. Atau istri jadi mentang-mentang karena mengendalikan perekonomian?
Nah lho! Ada yang salah dalam kolaborasi kalau begitu. Apakah sebaiknya kembali ke teriakan James Brown? Pria bisa melakukan apa saja, tapi semuanya bukan apa-apa tanpa perempuan. Begitupun perempuan, mampu melakukan apapun dilakukan pria.
Tapi bukankah lebih nyaman bila perempuan terlindungi, dipimpin, dikasihi bahkan ada yang mengatur? Sehingga nggak perlu mengambil alih semua.
Kondisi istri berpenghasilan lebih dari suami mmg butuh keluasan hati dari kedua pasangan. Istri tdk boleh jumawa, suami jangan minder apalagi baper.
Yg utama bagi keduanya adalah perlu BERSYUKUR dan selalu BERSERAH pada penyelenggaraan Ilahi.