Momentum Hari Buruh yang diperingati setiap 1 Mei harus menjadi evaluasi dan refleksi bagi semua pihak terutama isu kekerasan dan pelecehan terhadap perempuan di lingkungan kerja.
Kekerasan dan pelecehan yang dialami perempuan selain berdampak buruk dan menimbulkan trauma bagi korban, juga dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan.
“Tindak kejahatan pelecehan seksual yang menimpa para pekerja perempuan tidak hanya merugikan korban namun juga perusahaan. Bagi korban, mereka menghindari situasi kerja tertentu yang dirasakan tidak nyaman, rasa malu atau tidak percaya diri, keinginan untuk mengundurkan diri, kesehatan mental, hingga performa kerja yang menurun. Sedangkan bagi perusahaan akan ada peningkatan absensi cuti sakit, penurunan motivasi, penurunan produksi, biaya hukum, pergantian pekerja hingga terganggunya citra dan jati diri perusahaan,” ujar Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga dalam keterangan persnya di awal minggu.
Baca juga: Kondisi Pandemi: Menjaga Anak di Masa Pembelajaran Tatap Muka (Playgroup & TK)
Menteri PPPA menjelaskan kekerasan dan pelecehan di dunia kerja dapat dilakukan secara horizontal yakni antar rekan kerja; vertikal yakni atasan kepada bawahan, oleh senior yang secara hirarki memiliki power; serta oleh pihak ketiga yang dilakukan oleh klien, pelanggan, pasien, vendor, mitra, investor, penumpang, narasumber dan lain-lain.
“Ada beberapa faktor yang mempengaruhi fenomena gunung es dalam pelecehan dan kekerasan di dunia kerja diantaranya adanya relasi kekuasaan yang beragam, ketiadaan pengaturan yang jelas, mekanisme penanganan yang tidak tersedia, kondisi kerja yang buruk dan budaya yang menyalahkan korban,” ungkap Menteri PPPA.
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), berupaya mendukung upaya Kementerian Tenaga Kerja untuk meratifikasi Konvensi International Labour Organization (ILO) No. 190.
Menteri PPPA menambahkan sektor swasta juga perlu terus mendorong pengembangan praktik baik yang telah dilakukan untuk pengurangan segala bentuk kekerasan dan pelecehan dalam ruang kerja.
“Beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengurangi kekerasan dan pelecehan di dunia kerja diantaranya melalui pencegahan dan perlindungan, penanganan dan pengawasan, penegakan hukum dan pemulihan, serta penyusunan panduan dan pelatihan,” tambah Menteri PPPA.
Baca juga: Teknik Bermain Sambil Belajar: Manfaatnya bagi Balita?
Pemerintah Indonesia telah mengadopsi Konvensi ILO No. 190 tentang penghapusan kekerasan dan pelecehan di dunia kerja ke dalam peraturan-peraturan terkait. Salah satu tujuannya adalah untuk menjamin perlindungan bagi seluruh orang yang bekerja tanpa memandang status kontrak kerja mereka.
Beberapa kerangka hukum dan kebijakan terkait pengurangan kekerasan dan pelecehan: Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan –UU No 7/1984; Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. SE.03/MEN/IV/2011 tentang Pedoman Pencegahan Pelecehan Seksual di Tempat Kerja; Peraturan Mentri PPPA No. 1 Tahun 2020 tentang Penyediaan Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan (RP3) di Tempat Kerja.
Dalam rangka Presidensi G20 Indonesia, inisiatif G20 Empower melakukan beberapa kegiatan bersama dengan para Advocate G20 Empower, untuk mempromosikan dan melakukan penguatan kapasitas terkait isu-isu pemberdayaan perempuan termasuk didalamnya adalah isu kekerasan di dunia kerja.
Baca juga: 6 Jurus Kembali ke Berat Tubuh Ideal Setelah Melahirkan
“Kami percaya bahwa upaya untuk mencegah dan menangani kekerasan dan pelecehan di dunia kerja memerlukan sinergi dari pemerintah, pengusaha atau pemberi kerja serta peran Serikat Pekerja. Oleh karena itu kami mengajak semua pihak untuk bersinergi dan berkolaborasi bersama-sama untuk menciptakan ruang aman bagi perempuan di tempat kerja,” tutur Menteri PPPA.
Foto utama dari Burst