Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) meminta orang tua mengawasi anak dalam menggunakan media sosial.
Sangat perlu bagi setiap orang tua dalam mengingatkan anak untuk berhati-hati menggunakan media sosial serta tidak mudah percaya terhadap orang lain yang baru dikenal di media sosial.
Hal itu menyusul terjadinya kasus pencabulan terhadap seorang anak perempuan berusia 12 tahun oleh 3 orang laki-laki di Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau setelah berkenalan lewat media sosial Facebook.
“Saya sangat geram dan sedih terhadap kekerasan seksual yang dialami anak usia 12 tahun di Natuna. Saya sangat mengharapkan, para orang tua dan pendidik dapat mengawasi anak dalam menggunakan internet,” tegas Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga dalam keterangan persnya yang disampaikan minggu lalu.
Baca juga: Mengajarkan 7 Perilaku Kebaikan yang Bisa Dilakukan oleh Balita
Menteri PPPA mengatakan Anak usia 5 – 18 tahun merupakan pengguna aktif internet. Anak bisa menemukan informasi apa saja dari internet, baik yang positif dan negatif. Karena itu, anak perlu pendampingan dan pengawasan dari orang tua agar anak tidak tersesat dalam informasi yang tidak sehat.
Menteri PPPA menegaskan anak perlu mengerti informasi apa yang layak dikonsumsi, bagaimana melindungi data pribadi mereka di internet, memilih dan memilah informasi yang benar dan baik dan berguna bagi dirinya sendiri.
“Kasus-kasus kekerasan seksual berbasis online sangat mendukakan kita semua, apalagi terjadi pada anak. Kekerasan seksual ini harus kita cegah bersama, jangan membiarkan anak menjadi konsumen konten negatif di internet. Perlu etiket berinternet bagi anak, dan saya harap orang tua menunjukkan kepeduliannya,” kata Menteri Bintang.
Asisten Deputi Pelayanan Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus Kemen PPPA, Robert Parlindungan Sitinjak mengatakan kasus pencabulan terhadap anak di Natuna terjadi pada Februari 2022, namun baru terungkap saat ini setelah kakak dari korban melapor ke Polisi pada 12 Maret 2022.
Baca juga: 5 Cara Tumbuhkan Kepercayaan Diri Anak
Dari laporan ini kemudian terungkap satu demi satu pelaku kekerasan seksual tersebut. Berdasarkan informasi dari Polres Natuna, peristiwa kekerasan seksual tidak terjadi pada waktu yang bersamaan oleh ketiga pelaku sekaligus, tetapi pada waktu yang berbeda dan pelaku yang berbeda. Salah satu dari tiga pelaku adalah masih berusia anak.
Dari hasil koordinasi Tim SAPA 129 Kemen PPPA dengan UPTD PPA Kabupaten Natuna, UPTD PPA telah melakukan penjangkauan dan asesmen terhadap korban.
“Korban saat ini tinggal bersama orang tuanya, dan sempat menarik diri dari sekolah karena mengalami trauma. UPTD PPA telah berkunjung dan berkoordinasi ke pihak sekolah korban terkait keberlanjutan pendidikan korban. Saat ini korban sudah mau kembali ke sekolah,” kata Robert.
Robert mengatakan Tim SAPA 129 bersama UPTD PPA Kabupaten Natuna akan memonitor perkembangan kondisi korban untuk memastikan korban tidak mendapatkan stigma negatif di masyarakat.
Tim SAPA 129 bersama UPTD PPA Kabupaten Natuna akan mengawal proses hukum agar berjalan sesuai peraturan yang berlaku.
“Terhadap salah satu pelaku yang masih berusia anak, Kejaksaan Negeri Natuna menyampaikan bahwa pelaku anak telah menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Ranai dengan dakwaan Pasal 81 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang. Majelis Hakim telah menjatuhkan hukuman pidana penjara 1 tahun 7 bulan. Peradilan anak dilangsungkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Perdilan Pidana Anak,” ujar Robert.
Baca juga: Kolom GWTT: Apa pola makan yang benar supaya kolesterol tetap baik?
“Adapun kedua pelaku berusia dewasa lainnya telah ditahan oleh Polres Natuna, masih dalam proses melengkapi pemberkasan perkara untuk dilimpahkan kepada Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Natuna, dengan ancaman hukuman sesuai Pasal 81 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang,” ujar Robert.
Foto utama oleh Cottonbro dari Pexels