“January lalu masih di awal semester, ada info dari ayah program beasiswa Global UGRAD dari Fulbright. Aku coba mendaftar, tapi lama tanpa kabar. Sempat nggak terlalu berharap lagi, akhirnya datang panggilan wawancara dan diterima,” tuturnya berbinar.
Sebagaimana dia selalu berprinsip, selagi ada harapan dan kesempatan, jangan berhenti. Seturut pengakuan Rafly, sikap ini juga dipicu cerita-cerita dr.Edi Setiawan Tehuteru, Sp.A(K), MHA yang menangani pengobatannya, tentang para survivor kanker yang sudah dewasa dan bertahan.
“Aku merasa di jalan yang tepat mengikuti jejak mereka. Seberapa capek pun menjalaninya dan betapa sakit yang dirasakan, tetaplah berjuang. Itu membentuk kita menjadi lebih baik ke depannya,” pesan Rafly, sangat menguatkan sesama pasien maupun semua orang.
Ketabahan Rafly berbuah manis, meski kadang terlintas, entah apa jadinya kalau dia tidak iseng dan tertendang. Bagaimana andai tidak sakit, apakah bakal sampai beasiswa ke Amerika?
Sesekali juga melihat ke belakang tapi tanpa sesal meski sempat kehilangan keceriaan masa kanak-kanak akibat berbagai treatment pengobatan. Sekadar menyadari, bahwa apa yang terjadi sangat istimewa. Segelintir saja yang mengalami, jadi harus disyukuri apapun bentuknya. Setiap kejadian punya cerita dan kebahagiaan tersendiri.
“Pernah sih membatin, andai nggak sakit, seperti apa ya perjalananku. Tapi langsung ditepis lagi, sudah terjadi biarkan saja, tetap bersyukur! Yang ada sekarang itulah harus dihadapi,” ujar Rafly.
Setiap peristiwa mematangkannya berpikir dan bertindak dengan pendampingan orangtua yang luar biasa. Apalagi ketaatan keluarga ini, selalu berserah pada Tuhan yang telah mengukir kisah perjalanan setiap umat.