KOLOM DIGITAL EDUCATION OLEH M. GORKY SEMBIRING
Ciptaan Tuhan sempurna adanya. Sejatinya tak ada anak yang lemah karena anak adalah ciptaan Tuhan.
Tiap anak pada dasarnya berbakat dan cerdas sepanjang kita tahu, mampu dan mau melihat keunikan dalam diri mereka.
Fokus kita: Menemukan keunikan anak dengan tekun, sabar dan ikhlas!
Memang, bisa jadi ada anak yang lamban dalam belajar!
Yaitu, anak yang memiliki kemampuan pemahaman yang awalnya lemah. Perlu lebih banyak waktu dan upaya untuk belajar. Orangtua wajib menyadari keterbatasan ini. Ada anak yang sulit berkonsentrasi, sehingga condong lamban dalam belajar. Tapi ingat, sekali lagi, tidak ada anak yang tak sempurna!
Siapa yang masuk dalam kategori lamban dalam belajar?
Lamban dalam belajar beda dengan ketidakmampuan dalam belajar. Ada beragam cara dan upaya membantunya menghadapi tantangan dan mengatasi masalah dalam pembelajaran.
Jika kita sudah memberi tahu anak puluhan bahkan ratusan kali dan tetap belum paham, kita harus mawas diri! Itu menyiratkan jangan-jangan kita yang lamban dan gagal dalam belajar!
Belajar itu proses penting. Terasa sebagai proses rumit yang dialami seseorang sepanjang hidup. Tanpa kemampuan belajar cepat memang akan ditinggal peradaban. Banyak perubahan terjadi tanpa terhindarkan, termasuk di bidang pendidikan.
Baca juga: Mengakui Kesalahan: Memupuk Kejujuran Si Kecil Sejak Dini
Saat ini dan ke depan, inovasi Iptek telah diterima orangtua dan guru (sekolah). Sayangnya, masih banyak sekolah menjalankan pendekatan lama. Yaitu pembelajaran tradisional: Satu model dan sama takaran untuk semua anak!
Pendekatan seperti itu membuat tidak semua siswa dapat beradaptasi dengan gaya belajar kaku apa lagi serba cepat. Akibatnya terjadi kesenjangan antara kemampuan anak yang sebenarnya dibanding tingkat kinerja sesuai “tuntutan” kurikulum.
Ujungnya, anak yang tak mampu mengikuti pendekatan “satu model dan sama ukuran untuk semua” akhirnya disebut sebagai anak yang lamban.
Adakah atau siapakah yang termasuk dalam kategori lamban dalam belajar?
Untuk menghilangkan kesalahpahaman, sekali lagi, kita sepakati dulu bahwa belajar lamban tidak sama dengan ketidakmampuan belajar!
Sebutan ini biasanya digunakan menggambarkan anak yang memperoleh keterampilan akademik pada tingkat di bawah rata-rata dibanding siswa lain.
Baca juga: Tingkatkan Layanan Kesehatan Ibu dan Anak, 300 Ribu Posyandu Akan Direaktivasi
Ingat, sesungguhnya tidak ada siswa yang lemah dan malas atau cerdas sejak lahir. Cara dan upaya kita memberi asupan pengetahuan dan cara mereka menyerap yang membentuk kebiasaan belajar.
Banyak orangtua was-was terkait kecepatan belajar anak-anak hingga kerap malah memberi tekanan pada mereka. Waspada, ini adalah cara dan praktik salah kaprah.
Orangtua (juga guru) perlu menahan diri dari memberi umpan balik negatif kepada anak. Komentar negatif mempengaruhi proses belajar selanjutnya membuat akhirnya percaya pada ketidakmampuan mereka untuk belajar.
Terima kasih banyak saya ucapkan kepadaguru besar Profesor MAKSIMUS GORKY SEMBIRING,Msc dan semua petinggi UT maupun kepada semua pihak yang sudah berperan aktif dalam krgiatan zoom meeting yang sudah diadakan pada hari Minggu lalu🙏🙏🙏
Terima kasih banyak untuk ilmu yang sudah dibagikan kepada kami Prof🙏🙏🙏jujur saja, ilmu ini sangat membantu saya sebagai mahasiswi PAUD dan juga sebagai ibu dari ketiga orang anak.
Saya tunggu informasi meeting selanjutnya🙏🙏🙏🙏🙏
SALAM KASIH PERSAUDARAAN🙏🙏🙏