3. Fokus Belajar.
Di awal memang tampak tak menyenangkan mempelajari lebih intens. Matematika dan Bahasa Inggris merupakan pilihan tepat. Minta mereka mempelajari dan mengerjakan tiga sampai empat soal (Matematika dan Bahasa Inggris) per hari. Akhirnya, anak dapat melihat fokus ini sebagai tantangan (tugas) yang harus diselesaikan sesuai jadwal pada kalender harian.
Kelak kemudian, secara tak sadar anak-anak akan melakukan hal serupa untuk mata pelajaran lain. Ini cara mengawali agar anak tidak langsung merasa bahwa belajar menambah beban hidup.
Baca juga: 5 Mitos Tentang New Moms yang Perlu Diwaspadai
Mengerjakan beberapa soal Matematika dan Bahasa Inggris setiap hari membantu menutup potensi tertinggal siswa bukan hanya karena pelajaran tetapi juga kemampuan berpikir logis dan berkomunikasi, baik lisan dan terutama tulisan. Ini cara melestarikan semua yang telah dipelajari selama tahun ajaran sebelumnya sambil mempersiapkan tahun ajaran berikut.
4. Capaian Pembelajaran.
Tinjau kembali capaian kemampuan anak di pembelajaran sebelumnya sebagai dasar mengajaknya membahas tuntutan pembelajaran saat ini dan ke depan. Lengkapi anak dengan kebutuhan bahan terkait termasuk memfasilitasi peralatan yang perlu. Juga menyediakan jaringan dan beberapa aplikasi terkait.
Upayakan ada cara memberi umpan balik pada anak di tiap tingkat pembelajaran yang sedang dijalani.
Dorong anak belajar menulis secara kreatif. Menulis adalah cara manjur menguasai pengetahuan dan keterampilan dalam berbagai bidang pengetahuan.
Cara sederhana mengejar ketertinggalan pembelajaran anak, terutama dalam pembelajaran daring, adalah juga dengan meminta mereka menuliskan setiap hal yang dipelajari. Tidak harus panjang dan kompleks. Sederhana saja dengan paragraf kreatif setiap minggu. Orangtua dapat membantu memilih “topik” sejalan dengan minat dan kegemaran anak.
5. Antisipasi, Inspirasi dan Motivasi.
Pembelajaran daring saat ini dan ke depan sudah dan akan menjadi kelaziman baru. Awalnya memang dipaksa situasi. Di tataran teori, sesungguhnya tak ada perbedaan hasil belajar daring dibandingkan luring. Sepanjang proses “learning” hadir, daring dan luring hanya soal media dan orientasi semata.
Sekali lagi, terkait konteks pembelajaran daring atau luring, intinya “learning experience” harus hadir dulu. Pengalaman belajar terjadi jika ada kehadiran kognitif, kehadiran pengajaran dan kehadiran sosial/emosional siswa dalam setiap dan semua proses pembelajaran.
Yang membuat kegalauan sebenarnya bukan pada pilihan pembelajaran daring atau luring. Tetapi masalah dan kekhawatiran muncul pada kenyataan dan keharusan menghadirkan pengalaman belajar.
Pembelajaran kini dan ke depan dapat dipastikan mengarah ke digital, berbasis pemanfaatan media pembelajaran secara optimal, secara penuh berbasis teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
Model pembelajaran ini, sudah tak memadai lagi jika hanya fokus pada upaya pengaturan waktu belajar, penerapan model dan pola belajar, dan fokus serta capaian pembelajaran. Model belajar era kelaziman baru hanya optimal bila dipadukan dengan kesiapan siswa (dan orang tua), terutama dalam hal membentuk kemandirian siswa.
Pembelajaran sebagai jelmaan dari kehadiran pengalaman belajar basisnya hanya satu: Kemandirian! Intinya, siswa harus mandiri! Dan, orangtua wajib memahami soal kemandirian ini dengan baik. Tanpa kemandirian, jangankan pembelajaran daring berbasis media berbasis TIK, dalam pembelajaran luring pun akan terhambat.
Agar siswa tidak terhalang mengikuti pembelajaran berbasis kemandirian, harus ada prakondisi non-teknis dan teknis. Prakondisi non-teknis sudah diuraikan sebelumnya. Prakondisi teknis meliputi beberapa aspek berikut ini.
Efektivitas pembelajaran digital memprasyaratkan pendekatan variative, yakni yang disediakan memiliki variasi dalam konteks bahan dan deliveri. Bila daring, guru dan siswa wajib mampu memanfaatkan cara belajar di mana saja dan kapan saja.
Meski dalam moda daring, harus dapat menyiapkan dan melatih siswa memecahkan berbagai masalah. Dalam prosesnya, diperlukan kemampuan berpikir kritis, kreatif dan terpadu secara lintas bidang.
Ini dasar mengapa perlu prakondisi dan dukungan teknis pembelajaran, agar ketika guru-siswa berinteraksi, tiap pihak sudah memiliki pijakan dasar serupa. Situasi telah memaksa siapa saja menggunakan peralatan berbasis digital dalam aktivitas instruksional.
Baca juga: Simpel dan Bergizi, Ini Manfaat Lauk Telur, Tahu dan Tempe Untuk Anak
Guna memperlancar proses pembelajaran berbasis kemandirian, sinergi guru-orangtua-siswa perlu mengupayakan agar selama proses pembelajaran tersedia ruang nyaman. Selanjutnya, orangtua memastikan siswa membaca materi terlebih dahulu, lalu menyimak selama pembelajaran berlangsung.
Meski proses pembelajaran dilaksanakan terpisah dengan guru, orangtua harus memastikan siswa melakukan kegiatan pembelajaran selayaknya interaksi tatap muka. Misalnya, siswa harus mandi dan berpakaian rapi layaknya pergi ke sekolah. Meyakinkan anak membuat reminder, agar tak ada jadwal terlewatkan. Terutama mengerjakan kewajiban tugas sesuai jadwal.
Ketika proses pembelajaran berlangsung, usahakan ada gerakan membuat siswa tidak duduk terlalu lama dalam satu posisi sama. Dapat membuat parasaan kaku juga tidak baik untuk Kesehatan apalagi mempertahankan konsentrasi belajar.
Terpenting lagi, jaga diri dengan cara mengelola stress akibat bosan tapi tak tahu mengatasinya. Jika mulai bosan yang mengarah pada perasaan tertekan, cari cara agar dapat disalurkan pada hal-hal yang membangun motivasi tetap belajar.
Mau terima atau tidak, pandemi sudah hadir. Berakhir atau tidak, pembelajaran daring akan menjadi kenormalan baru. Basis pembelajaran daring adalah kemandirian. Dengan membangun kemandirian anak, ada harapan melihat mereka maju dalam pendidikan.
“Pendidikan adalah senjata paling ampuh yang dapat digunakan untuk mengubah dunia!” – Nelson Mandela
Mari jadikan pandemi ini sebagai media merespons kehidupan dengan lebih bermakna. Jelas ada kegalauan melanda, terutama menyangkut Pendidikan. Tenang, kita bisa memetik pelajaran bermakna melalui tahapan agar lebih bijak menyikapi hidup.
Pertama, melalui refleksi – yang paling mulia. Kedua, dengan meniru – yang paling mudah. Dan ketiga, lewat pengalaman, terlebih pengalaman paling getir.
Baca juga: Kolom GWTT: Apa Makanan yang Cocok Untuk Penderita GERD?
Yuk memandang keberadaan pandemi sebagai pengalaman tergetir. Dengan demikian, hal ini merupakan kesempatan menjadi lebih bijak mendampingi anak-anak dalam menatap dan menapaki masa depan. Masa depan mereka adalah masa depan kita yang sesungguhnya.
Saatnya kembali menjaga alam semesta dan segala isinya melalui pendampingan pendidikan bermakna bagi anak-anak. Alam dan segenap isinya bukan warisan leluhur, tetapi pinjaman dari anak-anak kita. Ketika kita mampu mendampingi belajar sehingga membangkitkan rasa ingin tahu yang besar, mereka akan melanjutkan proses belajar sepanjang hayatnya.
Selamat Hari Anak Internasional.
Foto utama oleh Ketut Subiyanto dari Pexels