Ketika Luka Batin Orangtua Melukai Batin Anak
Kolom dr. Laksmita Dwana, S.S
“It is a process where parents with unresolved trauma directly or indirectly transmit their trauma onto their children.”
Hal terunik tentang manusia adalah semirip-miripnya dua individu, tidak pernah ada yang utuh sama sepenuhnya. Semua manusia memiliki ceritanya yang membentuk seseorang menjadi dirinya saat ini. Masing-masing orang memiliki suka dan duka tersendiri, tangis dan tawa yang mungkin tidak sempat disuarakan.
Namun, tak banyak disadari oleh orang tua, ketika orang tua memiliki lukanya tersendiri, luka tersebut dapat melukai anak-anaknya. Mungkin, Moms and Pops pernah melalui kejadian buruk sehingga mengupayakan agar anak-anaknya tidak mengalami kejadian yang serupa.
Akan tetapi, jika upaya tersebut dilakukan terlalu berlebihan dengan cinta yang terlalu mengikat, tetap saja anak akan merasakan sesak yang tak kunjung lega. Intergenerational trauma merupakan salah satu istilah yang akrab dikenal di dunia kesehatan mental, di mana trauma yang diturunkan oleh bebuyutan kepada anak-cucunya terus berlanjut, berdampak secara fisik maupun psikis. Hal ini menjadi siklus yang tak kunjung henti jika tidak ada satupun yang mawas diri akan akibat yang dapat ditimbulkan bagi generasi selanjutnya.
Berbicara dari segi neurobiologi, trauma dianggap sebagai ancaman pada keberlangsungan hidup kita. Aktivasi aksis Hipotalamus-Pituitari-Adrenal (HPA) menyebabkan pelepasan hormon kortisol yang akrab dikenal sebagai hormon stres. Pada akhirnya, tubuh akan memasuki survival mode dimana seseorang dapat merasakan jantung yang berdebar cepat, nafas cepat, dan berkeringat. Jika respon ini tidak ditangani dengan baik, tentunya akan mengganggu aktivitas dan fungsi sehari-hari.
Di sisi lain, trauma yang tidak diatasi dengan baik ini akan mengubah materi genetik seseorang, sehingga trauma tersebut dapat ‘diwariskan’ kepada sang anak. Perlu juga diketahui bahwa janin yang berada di dalam kandungan seharusnya mendapatkan nutrisi dan hormon dari sang ibu agar dapat tetap hidup dengan sehat. Akan tetapi, jika terjadi trauma selama proses kehamilan, janin akan terpapar hormon stress berlebih dari ibunya, sehingga perkembangan aksis HPA terganggu dan anak menjadi lebih rentan terhadap gangguan mental.
Baca juga: Maksimalkan 1000 Hari Pertama Kehidupan
Pernyataan ini membuktikan pentingnya bagi orang tua turut menyelesaikan masalah di masa lalunya dan berkomitmen untuk ‘menyembuhkan’ dirinya dari trauma tersebut, baik demi kepentingan dirinya sendiri ataupun anak-anaknya di kemudian hari. Moms and Pops, berikut adalah cara yang dapat membantu Anda mengatasi trauma tersebut.
Terima kasih kepada diri sendiri
Apa yang Moms and Pops telah lalui sungguh luar biasa. Berikan apresiasi kepada diri sendiri karena telah bertahan hingga hari ini setelah melewati berbagai macam pilu di dalam hidup. Yakinkan diri dan afirmasi untuk diri sendiri, peluklah diri, dan berterima kasih karena telah menjadi sahabat bagi diri sendiri hingga saat ini dan seterusnya.
Bangun hubungan interpersonal yang sehat
Dukungan emosional dari orang-orang terdekat merupakan hal yang sangat fundamental. Kehadiran orang terdekat yang bersifat terbuka, inklusif, dan suportif dapat memberikan suasana yang hangat dan kekuatan dalam mengobati luka batin yang pernah tertoreh.