Sebagai orang tua, adalah patut menjadi contoh tentang kesabaran dan kebaikan hati. Tak jarang, justru kesabaran kita sering diuji. Terutama jika mengasuh anak yang penuh semangat, berkemauan kuat dan cederung keras kepala. Tak jarang membuat kita sering terlihat saling berebut dominasi dan kekuasaan dengan anak-anak.
Bahkan kadang menjadi kecil hati dan bertanya pada diri sendiri, “Apa ada yang salah dengan yang telah atau sedang kita lakukan?”
Baca juga: Mengatasi Anak yang Terus Merasa Lapar
Enyahkan kegalauan seperti ini. Ingat, menjadi orangtua adalah amanah. Menjadi keniscayaan membangun relasi yang landasan utama dan satu-satunya adalah kasih sayang. Tanpa syarat.
Dalam membangun relasi demikian, agar harmonis dan langgeng, perlu mempertimbangkan 9 orientasi berikut. Harapannya, dapat mengurangi pergesekan yang berpotensi merenggangkan relasi emosional orangtua dengan anak-anak.
1. Awali dari yang alami. Diperlukan semua anak, mulai dari yang paling manis sampai teramat dominan. Yaitu: Perhatian, berlandaskan kasih sayang tak bersyarat. Diikuti sikap saling peduli dan mengasihi. Inilah nasihat pendampingan paling efektif sepanjang peradaban.
Dengan memperlihatkan serta mempraktikkan perhatian dan kasih sayang sepenuh hati, akan banyak kebekuan jadi mencair, kekauan akan melunak. Mulai dari hati sendiri. Ingat berdoa dan meminta pertolongan Tuhan agar membantu dan membentuk kita menjadi orangtua sejati!
2. Ciptakan kondisi agar terbangun suasana kondusif atas dasar upaya bersama, melihat hal-hal sebagaimana adanya. Yaitu: Empati! Menempatkan diri dalam situasi dan kondisi yang setara dengan anak-anak. Caranya, mengajukan pertanyaan: Mengapa mereka memiliki jalan pikiran seperti itu? Mengapa meyakini suatu hal dengan sudut pandang demikian?
Ujungnya, mendengar dengan sebaik-baiknya apa yang mereka ungkapkan. Pendekatan melalui bangunan kebersamaan melahirkan empati. Itu yang melahirkan pengertian. Karena kita melihat dan mepertimbangkan sesuatu dari sudut pandang mereka.
3. Ada kecondongan bahwa anak-anak dominan acap tidak taat atas aturan yang ada. Bahkan kadang menentang. Pertimbangkan membuat aturan secara kolaboratif. Yaitu: Bangun dan tetapkan aturan dan kebiasaan secara bersama-sama!
Mengizinkan anak-anak memberi masukan tentang aturan yang seharusnya ada. Menjelaskan dengan baik mengapa aturan tersebut harus ada. Jika mereka memahami mengapa suatu aturan harus ada, menjadi lebih mungkin bagi mereka untuk mengindahkan dan melakukannya.
4. Anak berkemauan keras merupakan pembelajar yang berpengalaman. Jadi, bicaralah dengan mereka tentang potensi kesalahan langkah yang mungkin atau sudah mereka lakukan. Yaitu: Berdialog sesuai dengan pengalaman mereka!
Caranya, tanyakan apa yang telah mereka pelajari. Jika jawabnya: “Saya tidak tahu” maka bersiap menawarkan kemungkinan jawaban dan pembelajaran. Kemudian, biarkan anak-anak memilih. Lanjutkan pertanyaan berikutnya, “Menurut mereka, apa yang akan kita lakukan secara berbeda di lain waktu?”
5. Anak-anak berkemauan keras selalu merespon dengan baik ketika yakin bahwa mereka didengar. Jika anak mendekati Anda dengan masalah, tahan keinginan memberi solusi. Ambil jeda dan jarak dengan penuh perhatian. Yaitu: Dengarkan sebelum memberikan solusi! Lalu temukan solusi bersama sebagai jalan keluar atas muhasabah mereka.
Tunjukkan bahwa kita mendengar dengan baik.
Caranya: (1) Mengajukan pertanyaan sebagai klarifikasi, (2) Mengulang ucapan mereka untuk memastikan kita mengerti atas apa yang mereka ungkapkan, dan (3) Menghilangkan potensi distorsi dengan cara mengenyahkan semua yang menghambat dialog agar berjalan secara dialogis.
Baca juga: Ajak Anak Mempersiapkan Diri untuk Serunya Pertama Belajar dan Saling Kenal di Sekolah
6. Buka peluang dan beri kesempatan anak-anak berkemauan keras atas opsi secara alternatif. Beri mereka pilihan! Dalam kondisi seperti ini, adanya alternatif pilihan sangat membantu mereka merasa sedang mengendalikan keadaan, ada dalam posisi mengendalikan keputusan sendiri.
Ajukan pertanyaan pilihan agar mereka sedang merasa dalam posisi mengendalikan: “Apakah mau belajar dan mengerjakan tugas terlebih dahulu atau menonton tayangan kesukaan? Dengan demikian jadi punya kebebasan memilih antara kewajiban atau kegembiraan.