5. Sediakan Alternatif Pilihan. Ada saat ketika balita beralih dari bayi ke status anak lebih besar, akan condong berusaha mengendalikan lingkungan. Jadi, sediakan variasi dan pilihan dalam berkegiatan, sehingga tidak merasakan kendali atau larangan ketat. Hal ini penting untuk mengurangi potensi rengekan dan amukan sehingga harus melakukan bujukan atau berkompromi dengan mereka.
Untuk itu, gunakan segala daya agar ucapan kita tetap lembut. Juga mudah dipahami. Jaga agar frasa yang kita gunakan tetap sederhana. Sesuai tingkat pemahaman mereka sebagai balita yang mau beralih ke anak agak lebih besar. Ada kala mereka ingin melakukan beberapa aktivitas. Misalnya makan, bermain atau mandi. Beberapa contoh ungkapan berikut mampu menahan rongrongan dominasi mereka terhadap lingkungannya.
“Mau makan pisang atau pepaya, nak?”
“Apakah kamu mau bermain di taman depan rumah atau di dalam halaman belakang, nak?”
“Ini ada spidol dan krayon, mau pilih yang mana, nak?”
“Ayo pilih, ganti baju dulu atau sikat gigi?”
“Sepertinya kamu bisa melakukannya sendiri dengan baik, nak. Jika butuh bantuan, bilang Ibu atau Ayah ya. Kami akan membantumu!”
…
Menggunakan strategi proaktif ini diyakini akan membantu meningkatkan komunikasi balita dengan kita. Melalui orientasi ini, dapat mengurangi kemungkinan amukan atau rengekan. Sekaligus menjaga hati tetap sejuk sehingga tidak menjadi frustasi karena “salah” memilih cara mendampingi balita.
Baca juga: Beri Nutrisi Terbaik Selama Kehamilan dengan Buah-Buahan Terbaik
Sejalan dengan itu, ada baiknya mendorong balita kita mengeksplorasi dan mencoba hal baru. Ingat, siapkan waktu khusus untuk membaca buku bersama mereka dan sering-sering melakukannya. Dampingi balita kita bermain dengan game yang sesuai dengan perkembangan usia tumbuh-kembang mereka. Misalnya memilih dan memilah bentuk atau pola gambar; atau teka-teki.
Dalam batasan tertentu, baik juga melakukan atau mendorong bermain “pura-pura”. Pura-pura berperan sebagai beberapa hewan misanya. Ini akan menumbuhkan imajinasi. Jelaskan secara sederhana apa pelajaran dan makna “bermain pura-pura” tersebut agar mendapatkan “moment of truth” sesungguhnya dari kita.
Sejatinya, orang tua akan mendampingi anak lelakinya menjadi seorang pria. Mendampingi anak wanitanya menjadi seorang perempuan. Tujuannya, agar mereka menemukan teman atau pasangan yang memiliki kualitas dan atribut setara. Memberi penghidupan lebih bermakna dan berkelanjutan. Untuk itu, mereka meminta untuk dicintai apa adanya, bukan malah menghabiskan waktu melulu mengekang dan mengoreksi mereka.
Anak-anak banyak belajar utamanya dari ayah dan ibu bagaimana mencintai satu sama lain. Bukan semata di sekolah dan dari guru. Penting berbagi kegembiraan dan senyuman dengan anak-anak.
Selalu ada potensi kesalahpahaman di dalam keluarga. Namun, jadilah yang pertama menerima dan memaafkan dengan hati lapang. Juga dengan senyuman. Intinya, selalu berhati-hati tetapi dalam suasana hati bergembira dan berbahagia.
Baca juga: Pentingnya Edukasi Keluarga Berencana Tekan Kehamilan yang Tidak Direncanakan
Mendampingi dan mengasuh anak adalah pekerjaan seumur hidup. Tidak berhenti meski ketika anak tumbuh dewasa. Di belakang setiap anak yang tangguh dan percaya diri selalu ada orang tua yang tangguh dan percaya lebih dulu. Percaya bahwa mereka mampu mendampingi sejak balita sampai dewasa.
Jika kita adalah orang tua dengan anggota keluarga yang luar biasa, sejatinya tak ada lagi yang patut dirisaukan. Tak perlu lagi memberi tahu bagaimana cara hidup karena kita membiarkan mereka melihat kita langsung melakukannya. Cinta dan dorongan menjadi sinar mentari yang memungkinkan balita tumbuh berkembang hingga memiliki kemampuan secara perlahan beradaptasi dan menguasai lingkungannya.
Inspirasi: https://www.laparent.com/toddler-tips-for-parents/
sepanjang hayat & praktisi pendidikan jarak jauh serta guru
besar Manajemen Pendidikan Jarak Jauh di Universitas Terbuka.
Foto Utama oleh Gema Saputera dari Unsplash
