Save the Children melakukan Diskusi Kelompok Terarah atau Focus Group Discussion (FGD) terkait isu kekerasan terhadap anak pada Juni 2022. FGD dilakukan kepada 116 orang dewasa dan 108 anak dari 8 desa di Kabupaten Sumba Barat.
Hasilnya, sebagian besar orang tua masih berpendapat bahwa kekerasan terhadap anak wajar dilakukan jika anak tidak menuruti orang tua.
Hal ini dikonfirmasi benar oleh anak-anak yang turut mengikuti FGD, bahwa orang tua dan orang dewasa sering melakukan kekerasan, baik kekerasan fisik, maupun emosional seperti memaki dan menghina jika anak tidak melakukan apa yang orang tua katakan.
Pendisiplinan menggunakan kekerasan ini merupakan hal lumrah bagi orang tua, sehingga dapat menyebabkan efek domino pada tumbuh kembang anak jika tidak segera dihentikan.
Sebagai organisasi pemenuhan hak anak, Save the Children melalui Program Gender dan Perlindungan Anak, merespons situasi kekerasan di Sumba dengan mengadakan kampanye “Festival Anti Kekerasan terhadap Anak” (FAKTA).
Baca juga: Penemuan Terbaru: Penggunaan Gadget Sejak Dini Berhubungan dengan Peningkatan Kejadian Autisme
Kampanye ini diadakan sebagai rangkaian Hari Anak Nasional 2022 dan bekerja sama dengan Perkumpulan Stimulant Institute (PSI) dan Dinas Pengendalian Penduduk, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DP5A).
Kampanye FAKTA mengusung tagar #BarentiKasihSusahAnak untuk meningkatkan kesadaran orang tua/orang dewasa agar berhenti melakukan kekerasan terhadap anak. Kampanye ini bertujuan memberikan ruang dan kesempatan kepada anak-anak untuk membuat kampanye terkait isu kekerasan terhadap anak secara mandiri melalui festival Anak dengan kegiatan yang edukatif dan menyenangkan.
Selain itu, Save the Children mendorong Lembaga pemerintah dari tingkat desa hingga kabupaten untuk mendukung kegiatan partisipasi anak dan pemuda dalam Musrenbang. Selanjutnya, mendorong pembentukan Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM).
Dalam keterangan persnya dijelaskan bahwa Kampanye FAKTA terbagi menjadi empat rangkaian, yaitu kampanye di tingkat desa yang diselenggarakan 15 Juli–12 Agustus 2022 di 8 desa dampingan Program Gender (desa Malata, Manukuku, Kalebu Anakaka, Baliledo, Tebara, Watukarere, Kabukarudi, Gaura), “Sehari Menjadi Pemimpin” yang diadakan 26 Juli 2022, Talkshow PATBM pada 28 Juli 2022 yang dihadiri Dinas Pemberdayaan Penduduk dan Perlindungan Anak (DP3A) Provinsi NTT dan Fasilitator Nasional PATBM, serta seluruh Kepala Desa dan Camat maupun Lurah di Sumba Barat.
Puncak acara FAKTA yaitu Talkshow dan Konser Musik Peduli Anak yang menghadirkan narasumber Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemenpppa), Bupati 4 Kabupaten di Sumba, Forum Anak Daerah, Global Ambassador Ending Violence Against Children (EVAC), Sumba Future Changemakers dan kolaborasi dengan komunitas lokal seperti English Goes to Kampung dan Sumba Cendekia. Konser Peduli Anak akan menghadirkan band The Local Elite dari Kupang dan pentas tarian daerah khas Sumba serta pentas seni lainnya.
Dalam acara puncak yang telah diselenggarakan pada Sabtu, 20 Agustus 2022 lalu, Airhyn (16 tahun), perwakilan anak Sumba membacakan Deklarasi Anti Kekerasan Terhadap Anak. Dua poin penting di dalamnya menyangkut partisipasi anak yang bermakna dan anti kekerasan terhadap anak.
“Kami ingin menjadi lebih paham hak-hak dan kebutuhan kami dan berpartisipasi lebih bermakna dalam forum-forum perencanaan pembangunan yang nantinya akan menentukan nasib kami. Kalau kami berdaya dan diberi ruang aman, ikut Musrenbang mulai dari desa sampai kabupaten dan didengarkan aspirasinya, dipenuhi kebutuhannya, ini dapat menjadi mimpi yang wajar bagi kami karena suara kami bermakna, partisipasi kami berarti,” kata Airhyn.
Airhyn juga mengatakan, tidak ada kompromi atas kekerasan terhadap anak, “Apapun alasannya, kekerasan terhadap anak tidak dapat ditolerir. Tidak ada toleransi untuk kekerasan dalam berbagai bentuk,” tegasnya.
Menurut Silverius Tasman Muda, Senior Manager Program Implementation Save the Children, kekerasan terhadap anak akan mempengaruhi perkembangan anak baik secara fisik maupun psikis, “Anak-anak merupakan kelompok yang rentan mengalami kekerasan.
Kekerasan terhadap anak harus diketahui oleh masyarakat dan memiliki wadah penanganan yang tepat, tersistem, dan dimonitor dengan baik. Perlindungan anak harus dipastikan dan diimplementasikan oleh berbagai pihak sehingga kasus kekerasan terhadap anak dapat diminimalisasi. Sebab, kekerasan terhadap anak berdampak pada kecerdasaan intelektual dan emosional anak,” kata Tasman.
Baca juga: Role-playing Bersama Anak, Apa Saja Manfaatnya?
Melalui acara puncak “Konser Peduli Anak dan Talkshow Kampanye Anti Kekerasan Terhadap Anak dengan tema #BarentiKasihSusahAnak” yang akan diadakan di Lapangan Mandaelu, Waikabubak, Sumba Barat ini, Save the Children berharap anak-anak mendapat ruang yang aman untuk mengkampanyekan isu-isu kekerasan yang kerap mereka alami melalui pentas seni.
Kampanye FAKTA juga menyediakan ruang diskusi interaktif antara Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemenppa), para Bupati Kepala Daerah, perwakilan Forum Anak Daerah, Global Ambassador Ending Violence Against Children (EVAC), dan Sumba Future Change Makers.
Save the Children berharap, upaya kolektif ini dapat mewujudkan komitmen bersama untuk merespons suara anak dan terciptanya upaya menghentikan kekerasan terhadap anak. Secara simbolis, komitmen ini akan diwujudkan dalam Deklarasi Anti Kekerasan Terhadap Anak, melalui penandatanganan plakat dan cap tangan anak-anak dan orang tua, dengan disaksikan oleh masyarakat umum.
Kegiatan ini dilakukan demi mewujudkan misi Save the Children terkait anak Sumba yang cerdas, sehat, dan terlindungi dari segala bentuk kekerasan.
#BarentiKasihSusahAnak #FestivalKekerasanTerhadapAnak #FAKTA #BerpihakPadaAnak