Sebagai orang tua kita akan lebih cekatan membantu si kecil bila dapat dengan segera memantau gejala awal stress pada anak dan situs UNICEF telah merumuskan beberapa panduan yang dapat dijadikan acuan. Yuk kita simak!
Usia 0 – 3 tahun.
- Kolokan, enggan pisah dari Ibu atau pengasuhnya.
- Kembali bertingkah seperti usianya beberapa bulan lalu seperti menjadi manja, menolak mandiri, tidak mau mencoba hal baru atau makanan baru.
- Perubahan pola tidur dan pola makan.
- Mudah marah.
- Menjadi lebih hiperaktif.
- Menjadi penakut baik terhadap benda maupun orang di sekitarnya.
- Lebih memaksakan kehendaknya.
- Cengeng.
Baca juga: 5 Tips Mendampingi Anak Menjadi Seperti yang Kita Doakan
Usia 4 – 6 tahun.
- Kolokan, enggan pisah dari Ibu atau pengasuhnya.
- Kembali bertingkah seperti usianya beberapa bulan lalu seperti menjadi manja, menolak mandiri, tidak mau mencoba hal baru atau makanan baru.
- Perubahan pola tidur dan pola makan.
- Mudah marah.
- Sulit berkonsentrasi.
- Menjadi pasif atau malah berbalik menjadi hiperaktif.
- Berhenti bermain.
- Mengambil peran dewasa.
- Berhenti berceloteh.
- Lebih mudah resah dan khawatir.
Usia 7 – 12 tahun.
- Menarik diri.
- Khawatir terhadap orang lain.
- Perubahan pola tidur dan pola makan.
- Menjadi penakut.
- Mudah marah.
- Seringkali agresif baik terhadap teman maupun orang sekitar.
- Resah.
- Pelupa dan sulit berkonsentrasi.
- Indikasi fisik atau psikosomatis.
- Kerap membicarakan satu hal yang sama berulang kali.
- Merasa bersalah atau menyalahkan diri sendiri.
Anak-anak masih dalam tahap belajar cara menghadapi stress sehingga banyak hal yang bagi orang dewasa tidak membuat stress ternyata dirasakan berat bagi anak-anak dan seringkali ia sendiri mungkin tidak menyadari dirinya stress dan sangat kecil kemungkinan mereka akan langsung meminta bantuan orang tua. Karenanya, sebagai orang tua kita harus jeli mewaspadai stress yang bisa saja menyerang si kecil agar dapat segera dicarikan jalan keluar terbaiknya.
Foto utama oleh Yan Krukov dari Pexels