“Ketidakpahaman ini membuat kami melakukan pembiaran terhadap pelaku bullying. Kami awalnya tidak paham bagaimana ciri serta jenis dari bullying tersebut. Pernah terjadi siswa kami memutuskan untuk keluar dari sekolah karena sering diolok-olok oleh temannya, kami pada waktu itu belum paham itu bagian dari tindakan bullying,” kata Abdul Aziz.
Kemudian, setelah sekolahnya mendapat pelatihan dari Yayasan Indonesia Mengabdi mengenai bullying, mereka baru mengerti bahwa perundungan harus dicegah dan diperangi perilakunya. Untuk itulah sekolah menghadirkan beberapa program untuk mencegah tindakan tersebut mulai dari membentuk Tim Disiplin Positif, melakukan sosialisasi kepada orang tua murid, membentuk Agen Perubahan, dan mengaktifkan kegiatan ekstrakurikuler.
Baca juga: Mengatasi Stress Menjelang Ibu Bersalin
Pengalaman berbeda diungkapkan Prihatini, selaku guru di PKBM Homeschooling Bintang Harapan, Bandung, yang mengungkapkan bahwa hampir sebagian besar murid yang masuk ke sekolahnya adalah korban perundungan. “Perundungan yang mengakibatkan mereka mencari lembaga pendidikan yang membuat mereka lebih nyaman. Perundungan adalah dosa besar yang harus diperangi oleh sekolah,” kata Prihatini.
Belajar dari pengalamannya, prihatini mengungkapkan, kasus murid-murid yang pindah ke PKBM Homeschooling semakin banyak. “Saya mengimbau ekosistem pendidikan harus memerangi bersama-sama memerangi perundungan ini dengan serius dan sungguh-sungguh,” pungkasnya.
Baca juga: Kemendikbudristek Revitalisasi UKS melalui Sekolah Sehat, Wujudkan Anak Sehat Berkarakter
Tiga dosa besar yang terus diberantas dan dimitigasi mencakup (1) intoleransi, (2) perundungan, dan (3) kekerasan seksual. Hingga saat ini, Kemendikbudristek berkomitmen untuk terus menghadirkan lingkungan pendidikan yang aman, nyaman, positif, dan memerdekakan.
Foto utama oleh Avel Chuklanov dari Unsplash