Stunting masih menjadi isu nasional yang mengancam pemenuhan hak dasar bagi anak-anak. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga mengatakan bahwa stunting memiliki permasalahan yang lebih kompleks, tidak hanya kesehatan, namun juga mencakup sosial dan budaya, seperti perkawinan anak, peran dalam pengasuhan anak yang setara, kekerasan yang dialami Ibu, hingga berdayanya perempuan secara ekonomi.
“Sebagaimana yang kita ketahui bersama, stunting masih menjadi isu nasional yang mengancam pemenuhan hak dasar bagi anak-anak. Adapun selama ini orang memahami bahwa anak yang mengalami stunting terjadi karena kekurangan gizi semata. Padahal dibalik kekurangan gizi tersebut ada masalah yang lebih kompleks, mencakup permasalahan sosial dan juga budaya,” tutur Menteri PPPA, dalam HUT ke-35 Wanita Hindu Dharma Indonesia “Perempuan Berdaya Mewujudkan Generasi Bebas Stunting, Cerdas dan Tangguh”, di Denpasar pada Minggu (26/2).
Menteri PPPA mengatakan bahwa stunting juga memiliki keterkaitan dengan berdayanya perempuan secara ekonomi. Perempuan yang berdaya secara ekonomi akan turut serta meningkatkan kesejahteraan keluarganya, memberikan nutrisi dan pendidikan yang layak bagi anak-anaknya. Kesejahteraan keluarga juga meminimalisir terjadinya kekerasan, praktik-praktik eksploitasi anak, dan perkawinan anak yang lekat dengan masalah kemiskinan.
“Dalam jangka panjang, berdayanya seorang perempuan juga akan mewujudkan generasi bebas stunting, cerdas, dan tangguh,” tutur Menteri PPPA. Menurutnya, hal ini juga sejalan dengan salah satu dari 5 (lima) isu prioritas amanat Presiden RI kepada KemenPPPA di tahun 2020 – 2024, yaitu “Peningkatan Pemberdayaan Perempuan dalam Kewirausahaan yang Berperspektif Gender” yang menjadi hulu dari 4 (empat) program prioritas lainnya.
Lebih lanjut, Menteri PPPA mengatakan isu lainnya dalam 5 (lima) Arahan Presiden yang masih dihadapi hingga saat ini dan sangat berpengaruh terhadap angka stunting adalah perkawinan anak, dan pengasuhan dalam keluarga.
“Perkawinan anak ini akan menjadi penyumbang untuk lahirnya generasi stunting. Seperti kita ketahui, perkawinan anak berisiko meningkatkan kerentanan dalam kesehatan ibu dan bayi. Maka, untuk menyelesaikan isu ini kita tidak boleh berfokus pada pendekatan dari sisi kesehatan saja, lebih besar, upaya menuju perubahan pola perilaku dan konstruksi sosial yang salah pun secara holistik harus kita laksanakan,” tutur Menteri PPPA.
Isu lainnya yang juga berdampak terhadap stunting, yaitu pengasuhan di keluarga secara setara, belum benar-benar diterapkan oleh keluarga di Indonesia. Pengasuhan dalam keluarga harus menjadi tanggung jawab bersama antara ayah dan ibu.
Cara pandang yang setara dan saling mendukung antara ayah dan ibu dalam pengasuhan, merupakan kunci dari pemenuhan gizi bagi anak pada 1.000 hari pertama kehidupannya untuk mencegah stunting.
Lebih lanjut, dalam kesempatan ini Menteri PPPA beserta jajarannya memohon dukungan kepada Wanita Hindu Dharma Indonesia (WHDI) serta semua pihak yang hadir untuk bergerak bersama memberdayakan perempuan, dengan mengarusutamakan konsep pengasuhan setara, mencegah terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta menekan angka perkawinan anak serendah-rendahnya.
“Lewat pemberdayaan perempuan, kita akan mewujudkan generasi bebas stunting, cerdas dan tangguh. Saya berharap seluruh anggota WHDI dapat turut bergerak aktif dalam menyuarakan, menyosialisasikan dan mempraktikkan upaya-upaya untuk memberdayakan perempuan,” ujar Menteri PPPA.
Senada dengan Menteri PPPA, Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi, I Dewa Gede Mahendra Putra, yang pada kesempatan ini mewakili dan menyampaikan pidato sambutan Gubernur Bali, mengatakan bahwa perempuan merupakan ujung tombak dari pembangunan bangsa termasuk dalam peningkatan kualitas sumber daya masyarakat perempuan memiliki potensi untuk berkontribusi dalam mencetak generasi yang bebas stunting, cerdas, dan tangguh.
“Sejalan dengan tema yang diambil pada hari ulang tahun Wanita Hindu Dharma Indonesia ke-35, yaitu wujudkan generasi bebas stunting, cerdas, dan tangguh, saya berharap dukungan kepada seluruh jajaran Wanita Hindu Dharma Indonesia sebagai organisasi perempuan Hindu yang besar dan tersebar di seluruh Indonesia untuk bergerak bersama melakukan penurunan prevalensi stunting atau kekurangan gizi. Yang penting dilakukan adalah proses pencegahan stunting,” ujarnya.
Foto utama oleh Ketut Subiyanto dari Pexels