Kita terlalu mengkhawatir akan bagaimana dan menjadi apa anak-anak kelak. Sampai banyak yang alpa bahwa saat ini anak-anak adalah nyata sebagai seorang anak. Jangan lupa, anak-anak tidak ingat semua pengajaran kita, tetapi mengingat siapa dan bagaimana kita memperlakukan mereka selama pendampingan juga pengasuhan.
Untuk efektivitas menerapkan empat prinsip dan enam pendekatan di atas, kita diajak menghindari keinginan memaksakan kehendak. Pembelajaran sejatinya terkait dengan kerinduan alami anak-anak sebagai dan agar menjadi insan seutuhnya. Bukan tentang upaya membentuk mereka seperti keinginan kita.
Baca juga: Perempuan Berdaya Mampu Wujudkan Generasi Bebas Stunting
Menjalankan amanah pendampingan dan pengasuhan seyogyanya bukan sebagai pekerjaan apa lagi karena dorongan paksaan demi menggugurkan kewajiban, tapi ini adalah panggilan murni didorong hasrat tinggi dan terbebas dari nuansa pemaksaan. Kemudian bergerak ke arah pencaharian kebenaran insaniah sesuai kodrati anak-anak.
Bukan sekedar mengisi pikiran anak dengan informasi, namun jauh di atas itu, upaya kita memampukan mereka memiliki persepsi tajam. Cakap menjelajahi kehidupan secara nyata dan bermakna dari semua dimensi yang mungkin ada.
Kembali ke kutipan awal… “Pendampingan dan pengasuhan tidak melulu sekedar menjejali amunisi bagi anak-anak agar bertahan hidup. Di atas semua itu, justru kita mengupayakan kondisi agar mampu meningkatkan imajinasi, intuisi, inspirasi, inovasi dan kreasi mereka. Itu yang membuat anak-anak terus berkembang dan bertumbuh menjadi insan yang sehat, kuat sekaligus bermanfaat bagi alam semesta!”

sepanjang hayat & praktisi pendidikan jarak jauh serta guru
besar Manajemen Pendidikan Jarak Jauh di Universitas Terbuka.
Foto utama dari Burst