9. Gunakan Pendekatan Penguatan Membangun
Akui hal-hal yang dilakukan anak-anak dengan benar. Jangan fokus hanya pada kesalahan yang mereka lakukan demi menghindari penanaman rasa malu berkelanjutan atas mereka. Saat anak-anak melakukan sesuatu dengan baik, pastikan memperkuat perilaku ini dengan perhatian positif. Diekspresikan melalui penguatan verbal. Jika memungkinkan, dapat juga diberi ganjaran. Berupa hadiah nyata yang berhubungan dengan pelajaran mereka misalnya.
Pendekatan untuk Balita: Beri perhatian pada Balita di saat mereka menunjukkan perilaku baik. Batasi perhatian yang dapat membuat kita tertekan saat mereka merengek. Terutama saat mereka berperilaku negatif.
Pendekatan untuk anak-anak: Beri penghargaan dengan cara memperkuat hal yang mereka kuasai. Lalu, dorong secara positif untuk tumbuh di bidang yang mereka butuhkan. Misal: Dalam game tertentu (pembelajaran matematika misalnya), dengan fitur tertentu dapat mendukung pembelajaran yang membantu mengerjakan soal matematika yang menantang. Aktivitas seperti ini membantu menjaga pembelajaran mereka dipersonalisasikan untuk tujuan pembelajaran khusus mereka. Game tersebut dapat membantu membuat belajar menjadi menyenangkan. Bahkan memotivasi meningkatkan kemampuan.
Pendekatan untuk remaja: Biarkan remaja kita memilih dari daftar hadiah untuk memperkuat perilaku yang baik. Misal, biarkan mereka memilih makan malam untuk satu malam dalam seminggu. Atau, tambahkan setengah jam ekstra untuk jam malam mereka mengerjakan hal lain selain belajar.
10. Pilih Proses Pendisiplin Dibanding Menghukum
Banyak cara mendisiplinkan tanpa membuat mereka diliputi rasa takut berlebihan. Oleh sebab itu, perlu bersikap jelas, konsisten dan murah hati. Pastikan anak-anak memahami mengapa mereka perlu didisiplinkan. Termasuk menyampaikan konsekuensi yang dihadapi jika tidak mengikuti aturan sesuai keadaan sesungguhnya.
Pendekatan untuk Balita: Andaikan anak-anak berperilaku tidak sesuai harapan, aturan atau kesepakatan bersama, dalam konteks ini, perlu menunjukkan apa yang harus dilakukan di situasi itu. Jika mereka membuang makanannya ke lantai setelah selesai makan misalnya. Letakkan makanan itu kembali di piring mereka. Tunjukkan bagaimana mereka harus memberikannya kepada kita.
Pendekatan untuk anak-anak: Nyatakan harapan dengan jelas sebelumnya. Jangan beri anak-anak waktu istirahat tanpa direncanakan dan dijadwalkan. Sebaliknya, nyatakan konsekuensi yang mungkin terjadi atas tindakan mereka. Lalu, lihat bagaimana mereka memilih apakah ingin tetap melanjutkan kegiatan di luar aturan yang ditentukan bersama.
Pendekatan untuk remaja: Pastikan, jika ada, hukuman selalu sesuai dengan kesalahan yang dibuat. Alih-alih menghukum anak-anak setiap kali mereka berperilaku buruk, sejatinya memilih konsekuensi yang sesuai untuk tindakan spesifik mereka.
11. Membangun dan Memelihara Kepercayaan
Acap sulit melepaskan kendali atas anak-anak. Namun harus ada ruang untuk menunjukkan bahwa kita memercayai mereka. Dengan cara halus, dapat membantu mereka menyadari kemampuan sendiri. Gunanya untuk memberdayakan mereka menjadi lebih mandiri seiring pertumbuhan usia dan perkembangan jiwa.
Pendekatan untuk Balita: Beri anak-anak pilihan jika memungkinkan. Beri mereka pilihan dua makanan ringan saat makan siang. Atau, dua pakaian saat berpakaian. Hal ini untuk membantu mereka merasakan kemandirian.
Pendekatan untuk anak-anak: Dorong mereka menetapkan tujuan sendiri, yang dapat dicapai tentunya. Dan bertanggung jawab untuk itu. Misal, minta mereka menuliskan dua tujuan pembelajaran berdasarkan kemajuan pelajaran mereka.
Pendekatan untuk remaja: Beri anak-anak kebebasan menetapkan tujuan dan harapan. Beri tahu bahwa perlu melakukan satu tugas sehari. Tetapi biarkan mereka memilih mana yang akan dilakukan. Beri kesempatan menyelesaikan pekerjaan rumah tepat waktu. Namun, biarkan mereka memilih kapan, di mana dan bagaimana melakukannya.
12. Pendekatan Manjur Parenting Progresif
Sebagai pamungkas, kita memerlukan “alat” dalam wujud kemampuan agar dapat memastikan ke sebelas pendekatan sebelumnya berlangsung efektif. Sekaligus produktif. Alat tersebut dapat diuraikan dalam lima “kemampuan” berikut.
Pertama, kemampuan melakukan respons, atau menanggapi. Orang tua wajib sensitif sehingga cakap merespons kebiasaan anak-anak. Kedua, kemampuan melakukan pencegahan. Artinya, kita sebagai orang tua terampil mencegah munculnya potensi perilaku negatif anak-anak sebelum hal itu hadir. Ketiga, kemampuan melakukan pemantauan, yakni terampil memantau interaksi yang dilakukan anak-anak di luar lingkup keluarga.
Keempat, kemampuan melakukan pendampingan. Orang tua dituntut mampu mendampingi dan mengasuh anak-anak sedemikian rupa sehingga mendapat dukungan menuju perilaku yang diharapkan. Sejalan dengan harapan anak-anak juga. Kelima, kemampuan menjadi model atau teladan.
Artinya, semua orang tua idealnya mampu menjadi model atau teladan, memperlihatkan perilaku yang layak-contoh. Teladan yang secara konsisten kita harapkan menjadi contoh dan praktik baik bagi anak-anak.
Dari 12 Adab inspiratif dimaksud, peran orang tua adalah memberi anak-anak ruang, cinta, dan dukungan untuk tumbuh. Setiap anak pada dasarnya memiliki kemungkinan berkembang baik dan unik. Menjadi orang tua berarti menjadi teladan yang layak diteladani.
Berhentilah mempengaruhi anak-anak dengan pendekatan satu arah. Saatnya mengupayakan situasi dan kondisi bagi anak-anak penuh dengan kegembiraan. Dengan suasana tersebut kecerdasan dan karakter anak diharapkan terbangun dan tumbuh-kembang dalam menanggapi tuntutan zaman.
Pendidikan dalam hal pendampingan dan pengasuhan pada intinya lebih membutuhkan inspirasi dari sekedar informasi. Hanya manusia yang terilhami dan tercerahkan dapat mengubah kehidupan sendiri dan sekitarnya. Kita wajib membantu anak-anak melalui pendampingan dan pengasuhan agar kondisi tersebut mewujud.
Agar kecerdasan dengan integritas tinggi berkembang di masyarakat, kita harus menyemainya. Dengan cara menanam dan memupuk dalam diri sendiri sebagai orang tua. Termasuk dalam sanubari anak-anak kita.
Zaman ini menuntut kita menghindari perilaku mengoreksi anak-anak. Justru perlu memberi asupan inspiratif agar memiliki kemungkinan kesempatan lebih terbuka, luas dan tinggi. Jadi, kita harus menurunkan diri dari singgasana imajinasi berlebihan atas anak-anak. Perlakukan mereka secara setara. Kesetaraan ini seyogyanya sudah hadir dan mewujud sejak masa kanak-kanak.
Memiliki anak bukan semata tentang melanjutkan keturunan. Apalagi sekedar kepentingan reproduksi. Tapi merupakan tanggung jawab dan amanah mulia membangun generasi berikutnya secara amanah pula. Jadi wajib waspada mendampingi danmengasuh.
Dalam prosesnya, bukan semata terkait bagaimana mengisi pikiran anak dengan informasi. Namun lebih kepada memampukannya memiliki persepsi utuh dan cerdas. Ini yang menghantar anak-anak mampu mengetahui seluk beluk kehidupan secara mendalam dengan semua dimensinya.
Inspirasi awal: 11 Positive Parenting Strategies You Need to Start Using | Prodigy Education (prodigygame.com)
Foto utama oleh Ketut Subiyanto dari Pexels
Alhamdulillah, sebagai orang tua… Kami butuh asupan untuk membangun relasi yang positif kepada keluarga, terimakasih 🙏
Terimakasih arikelnya sangat menginspirasi