Etu paling digemari oleh anak-anak muda. Etu dipimpin oleh wasit (Seka). Selain Seka, ada petugas yang tugasnya mengendalikan petarung agar tidak brutal dalam bertanding yang dalam bahasa setempat disebut Sike. Tugas Sike mengontrol petarung dengan memegang ujung bagian belakang sarung yang dikenakan petarung. Ketika pertandingan mulai membabibuta, maka Sike akan menarik ujung kain sehingga petarung dengan sendirinya mundur. Selain para petugas yang disebutkan di atas, terdapat juga para petugas (Pai Etu) yang fungsinya mencari para petarung yang siap bertanding di partai setelahnya. Selain itu ada mandor adat yang bertugas untuk mengawasi penonton agar tidak merangsek masuk ke arena pertandingan. Ketika pertandingan selesai, setiap petarung saling memberikan pelukan yang melambangkan persaudaraan dan sportivitas serta untuk mencegah rasa dendam di dalam diri. Para petarung dilarang keras saling mendendam yang berujung pada perkelahian di luar arena. Jika itu terjadi, maka mereka dengan sendirinya akan mendapat musibah.
Etu menjadi ritual adat simbol harga diri para lelaki di Nagekeo. Tinju adat ini, bukan soal kalah atau menang melainkan pertarungan antar laki-laki untuk membuktikan kewibawaan dan harga diri laki-laki serta healing dari tekanan hidup dan masalah-masalah lainnya dalam kehidupan termasuk ketidakharmonisan antar pribadi. Etu sendiri dalam pelaksanaan masih berpedoman pada tradisi leluhur. Waktu pelaksanaan upacara masih menggunakan perhitungan atau patokan kelender adat setempat dengan bulan purnama.
Dukung Tinju Adat-Kabupaten Nagekeo dalam ajang Anugerah Pesona Indonesia ke-8 API Awards 2023 kategori Atraksi Budaya dengan melakukan voting melalui Instagram @ayojalanjalanindonesia, Youtube @apiaward serta mengirimkan SMS dengan kode 13J ke 99386 selama periode 1 Juni – 30 September 2023.