Oleh Dr. Edi Setiawan Tehuteru, Sp.A(K), MHA.
Ibu dan suaminya membawa bayi yang baru berumur 7 hari ke tempat praktek. Mereka mengeluhkan bayinya yang sering buang air besar atau mencret. Sampai saat itu, bayi sudah buang air besar sebanyak 10 kali. Orangtua khawatir dan meminta obat untuk menghentikan mencret bayinya. Ibu juga menerangkan kalau selama ini bayinya mendapat ASI eksklusif.
Apa yang terjadi?
Bayi yang mendapat ASI eksklusif, normal jika sering buang air besar. Hal ini terjadi karena ASI bersifat seperti pencahar. Jangan heran, kalau selesai menyusu, bayi langsung buang air besar. Informasi yang diberikan biasanya masih belum bisa menenangkan hati orangtua. Mereka khawatir nanti bayinya kekurangan cairan. Diperlukan bukti yang nyata untuk meyakinkannya.
Guna membuktikan apakah buang air besar yang sering merupakan efek normal ASI atau diare, ditimbang saja bayinya. Jika berat badannya turun, artinya bayi mengalami diare. Namun, jika berat badannya menetap atau naik, artinya apa yang terjadi adalah efek normal ASI dan tidak perlu diobati.
Secara fisik, sebetulnya bisa juga dibedakan apakah bayi itu diare atau bukan. Seandainya diare, bayi akan terlihat gelisah atau rewel. Sementara, kalau itu ternyata efek normal ASI, bayi akan terlihat tenang.
Baca juga: ASI Tidak Pernah Kurang, Sekalipun Untuk Bayi Yang Lahir Kembar
Dipikir-pikir, kuman mau masuk dari mana pada bayi yang mendapat ASI eksklusif? Sampai saat ini saya belum pernah menjumpai diare pada bayi yang mendapat ASI eksklusif. Hal ini karena di areola (bagian payudara yang berwarna gelap) dijumpai kelenjar Montgomery, yang terlihat sebagai benjolan-benjolan kecil, yang mengeluarkan zat septik/antiseptik, yang membuat daerah tersebut selalu dalam keadaan bersih.
Itu makanya ibu yang sedang menyusui, kalau mandi, diharapkan tidak membersihkan daerah areolanya menggunakan sabun. Zat kimia dari sabun dapat menghilangkan efek septik/antiseptik di daerah tersebut. Jadi, cukup dibersihkan dengan air. Perlu diketahui bahwa areola adalah tempat dimana bayi melekatkan mulutnya di payudara ibu ketika menyusu.
Ketika Jakarta dilanda banjir, banyak ibu di pengungsian yang memiliki bayi namun tidak disusui. Padahal diketahui bahwa sebelum banjir mereka menyusui bayi-bayinya. Mengapa terjadi demikian? Usut punya usut, ternyata alasannya adalah karena ibu-ibu takut bayi-bayi mereka akan diare seandainya menyusu di payudara ibu yang sudah seminggu tidak mandi.
Informasi di atas kiranya dapat menambah pengetahuan ibu-ibu supaya kejadian ini tidak terulang lagi. Sekalipun tidak mandi, ingat kalau areola selalu tetap bersih dan aman untuk bayi yang menyusu. Ibu mandi atau tidak mandi, bayi tetap disusui.
Berbicara mengenai bencana, diare merupakan penyakit yang paling banyak dijumpai pada anak di tempat-tempat pengungsian. Pemberian susu formula menjadi salah satu penyebabnya. Banyak gerbang yang dapat menjadi pintu masuk kuman ke dalam tubuh bayi akibat pemberian susu formula.
Mulai dari airnya, apakah ada air bersih untuk mencampur susu formula di dalam botol? Adakah air bersih untuk mencuci botol dan dot yang baru digunakan? Adakah tempat yang bersih untuk menyimpan botol dan dot? Melihat kenyataan ini, penting bagi ibu untuk tetap menyusui bayinya di tempat pengungsian.
Seandainya kondisi ibu tidak memungkinkin untuk menyusui bayinya akibat stres yang dialaminya pasca bencana, maka bayi boleh diberikan susu formula oleh tenaga Kesehatan yang bertugas di tempat pengungsian tersebut. Pastikan, selain susu formula, air matang disiapkan untuk membuat susu formula dan tersedia air bersih untuk membersihkan botol dan dotnya. Ingat bahwa pemberian susu formula hanya untuk sementara, bukan untuk selamanya diberikan kepada bayi. Bila kondisi ibu secara psikologis sudah membaik, anjurkan ibu untuk kembali menyusui bayinya.
Kuning fisiologis pada bayi yang baru lahir ternyata juga dapat diatasi dengan memberikan ASI yang sifatnya seperti pencahar. Melihat skema metabolisme bilirubin, terlihat bahwa bilirubin sebagai penyebab kuning pada bayi baru lahir dapat dikeluarkan dari tubuh melalui buang air kecil maupun buang air besar. Artinya, bayi yang kuning fisiologis, jika diberi ASI maka dia akan sering buang air besar. Semakin sering dia buang air besar, maka akan semakin cepat pula kuningnya akan hilang.
Enam puluh persen bayi baru lahir akan mengalami kuning fisiologis. Oleh karena itu, orangtua maupun tenaga kesehatan tidak perlu panik jika melihat bayi baru lahir mengalami kuning. Kuning yang terjadi bukan karena bayi kurang minum. Keadaan ini dialami oleh bayi yang baru lahir karena fungsi hatinya yang memang belum bekerja sepenuhnya.
Selain kuning fisilogis, ada juga kuning yang disebut dengan istilah breastmilk jaundice. Kuning jenis ini adalah kuning yang tetap terlihat setelah bayi berusia 10 hari ke atas. Penyebabnya adalah ASI itu sendiri, mengingat ASI mengandung enzim glukoronidase yang dapat memecah bilirubin. Tidak ada tata laksana khusus untuk mengatasinya. Tetap berikan ASI seperti biasa. Pengalaman di lapangan, kuning pada umumnya baru akan menghilang setelah 2 bulan. Ada juga bayi dengan breastmilk jaundice yang kuningnya hilang setelah 1 bulan, namun jarang.
Baca juga: Cegah Kanker Pemerintah Gencarkan Program Promotif dan Preventif
Kuning yang patut diwaspadai adalah kuning yang timbul pada 24 jam pertama kehidupan seorang bayi. Bayi dengan kuning seperti ini disebut bayi yang mengalami kern icterus. Agar bayi terhindar dari efek negatif yang dapat mempengaruhi masa depannya, maka bayi harus segera dilakukan tindakan transfusi tukar oleh dokter yang memiliki kompetensi dibidang ini.
Oleh karena itu, penting bagi bidan dan dokter untuk memantau timbulnya kuning pada seorang bayi, khususnya pada 24 jam pertama setelah bayi dilahirkan.
Dari buku Di Balik Kamar Praktek: Jawaban atas Pertanyaan Seputar ASI oleh Dr. Edi Setiawan Tehuteru, Sp.A(K), MHA.
Foto utama oleh Wren Meinberg dari Unsplash