Perkawinan anak merupakan pelanggaran mendasar terhadap hak asasi manusia dan salah satu bentuk tindak kekerasan terhadap anak.
Anak yang dipaksa menikah atau karena kondisi tertentu harus menikah di bawah usia 18 tahun akan memiliki kerentanan yang lebih besar terhadap akses pendidikan dan kualitas kesehatan, mereka juga berpotensi mengalami tindak kekerasan, serta hidup dalam kemiskinan.
Dampak perkawinan anak tidak hanya akan dialami oleh anak yang dinikahkan, namun juga akan berdampak pada anak yang dilahirkan serta berpotensi memunculkan kemiskinan antar generasi.
Maka dari itu, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) menyelenggarakan Penguatan Kapasitas Bagi Para Pihak yang Melakukan Pendampingan Pencegahan Perkawinan Anak di Kabupaten Cirebon pada Selasa (5/9/2023).
Baca juga: Dari Gelar Wicara Pendidikan Seks untuk Anak: Orang Tua Narasumber Utama
Dalam sambutannya, Wakil Bupati Cirebon Wahyu Tjiptaningsih mengatakan bahwa berbagai upaya terus dilakukan oleh pemerintah dengan membentuk Peraturan Bupati tentang Pencegahan Perkawinan Pada Usia Anak.
Selain itu, adanya Forum Anak tingkat kecamatan dan desa, Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga), Satgas Perlindungan Perempuan dan Anak, hingga pencanangan Desa Ramah Anak telah dilakukan pada Kabupaten Cirebon.
“Masih diperlukan upaya lebih melalui penguatan kapasitas seluruh stakeholder serta komitmen bersama antara pemerintah, akademisi, dunia usaha, media, dan komunitas dalam upaya pencegahan perkawinan anak di Kabupaten Cirebon yang kita cintai ini,” Ucapnya.
Hal yang sama juga diutarakan oleh Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kemenko PMK Woro Srihastuti Sulistyaningrum. Ia menyebut penguatan konvergensi dan sinergi antar K/L perlu dilakukan terkait pencegahan perkawinan anak.
“Kita perlu tingkatkan penguatan kapasitas para pendamping pencegahan perkawinan anak serta mengintensifkan bimbingan perkawinan pra nikah bagi remaja usia sekolah sehingga para remaja paham dan mengerti secara menyeluruh makna perkawinan,” Jelasnya.
Imron Rosadi selaku Asisten Deputi Pemenuhan Hak dan Perlindungan Anak Kemenko PMK juga menjelaskan tujuan dari adanya penguatan kapasitas ini untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan teknis dalam pencegahan perkawinan anak di tingkat masyarakat setempat.
Baca juga: Moms dan Pops, Ini Pola Asah-Asih-Asuh, Tiga Kebutuhan Dasar Anak yang Wajib Dipenuhi Orangtua
“Diharapkan para peserta semakin menguatkan komitmen pribadi dan keyakinan yang berbasis nilai lokal serta keagamaan bahwa perkawinan anak itu harus dicegah mulai sedini mungkin,” Ucapnya.
Acara tersebut terbagi menjadi dua sesi dimana sesi pertama membahas terkait Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak dan Kebijakan Pemerintah Pusat maupun Daerah khususnya Kabupaten Cirebon dalam menangani pencegahan perkawinan anak.
Dilanjutkan dengan sesi kedua membahas tentang rekomendasi kebijakan dalam pencegahan perkawinan anak oleh Politeknik Kesejahteraan Sosial Bandung serta praktik baik yang telah dilakukan oleh Women Crisis Center Mawar Balqis Cirebon dan PT. Pertamina Hulu Energi.
Foto utama oleh Muhammad Faiz Zulkeflee dari Unsplash