Penggunaan alat dan obat (alokon) kontrasepsi baik IUD, pil, suntik, kondom, implan, suntik dan jenis lainnya telah mengantarkan Indonesia mencapai total fertility rate (TFR) 2,18 saat ini.
Dulu, di era 1970-an, TFR Indonesia sangat tinggi, rerata 56-57. “Penurunan TFR terjadi karena pemakaian kontrasepsi,” ujar Kepala BKKBN, Dr. (H.C.) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K), dalam webinar World Contraception Day 2023, dengan tema “Mengoptimalkan pelayanan kontrasepsi yang komprehensif dan merata”, Rabu (27/9/2023).
Kontrasepsi juga berpengaruh besar terhadap stunting, menurut dokter Hasto. “Stunting sangat berhubungan dengan pemakaian alat kontrasepsi karena berkaitan erat dengan spacing. Bahwa Presiden mengarahkan kepada kita untuk menuju angka 14%. Oleh karena itu salah satu yang penting untuk kita tekankan di sini, bagaimana kita menjaga jarak kehamilan.”
Begitupun dengan angka kematian ibu dan angka kematian bayi, dokter Hasto menjelaskan, “Ketika yang KB-nya tidak sukses, total fertility rate (TFR) tinggi, maka kematian ibunya juga tinggi. Bisa kita lihat Papua di mana kematian ibu masih 565/100.000 kelahiran, NTT 316, Sulawesi Barat masih 74. Ini sangat relevan dengan penggunaan kontrasepsi. Sukses menggunakan kontrasepsi sangat menurunkan kematian ibu (AKI) dan kematian bayi (AKB).”
Baca juga: RSUI, FKUI Gelar Edukasi Kebersihan Dini, Gizi dan Kesehatan Reproduksi di Sekolah
Menuju Sustainable Development Goals (SDGs), target AKI 70/100.000 di tahun 2030. “Waktunya tinggal enam tahun lagi. Sekarang masih 189/100.000. Begitu juga AKB yang juga masih perlu perhatian di wilayah Indonesia karena target kita tentu di bawah 12/1.000 kelahiran hidup.”
“Sekarang yang bisa menyentuh angka 12% baru Jawa Tengah, Yoygakarta dan DKI Jakarta. Jawa Tengah karena waktu Pak Ganjar Pranowo (Gunernur Jawa Tengah) menjabat itu banyak sekali dilakukan promosi untuk kesehatan reproduksi, sehingga angkanya cukup bagus,” tambah dokter Hasto lagi.
Adapun alat kontrasepsi yang gencar di kampanyekan adalah Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP), karena efek sampingnya minimal dan jangka waktu pemakaian yang panjang.
Seperti dikatakan dokter Hasto, “Penggunaan kontrasepsi semakin besar, persentase pemakaian kontrasepsi modern (Modern Contraceptive Prevalence Rate/mCPR) kita tertinggi di tahun 2022-2023. Sejak tahun 2017 belum pernah angka mCPR kita mencapai angka 59. Waktu pandemi hanya turun sedikit dari 57,9 menjadi 57 dan alhamdulillah sekarang menjadi 59,4.”
“Tetapi,” lanjut dokter Hasto, “pemakaian IUD mungkin kurang, susuk, kemudian juga medis operasi wanita (MOW) dan medis operasi pria (MOP) kurang, sehingga proporsinya terhadap yang pakai pil, kondom dan juga suntik rendah menjadi 22,03%.”
Dokter Hasto berharap bidan dapat mengutamakan MKJP dalam hal ini bisa pakai IUD, implan atau MOW dan MOP. “Untuk ibu bidan semuanya kami mohon kerjasama dengan dinas KB. Bila ada kesulitan dalam kerja sama dengan dinas KB setempat dalam pelayanan KB, dalam akses alat dan juga anggaran, bisa disampaikan ke kami.”
Baca juga: Moms, Kolaborasi Ini Berbagi Materi dan Gelar Kompetisi Wujudkan Sekolah Sehat untuk Anak
KB MKJP, kata dokter Hasto, terutama untuk KB pasca persalinan. “Kami mohon dukungannya (para bidan), karena setiap tahun ada 4,5 juta sampai 4,8 juta ibu melahirkan dan saya kira IUD menjadi salah satu yang penting untuk dilakukan pemasangan pada pasca persalinan.”
“Kita (BKKBN) sekarang menggerakan program KB pasca persalinan, adalah market yang betul-betul jelas nyata. Tetapi pada umumnya mereka (peserta) baru 29 persen rata-rata yang sudah melakukan KB dengan baik,” terang dokter Hasto.
Foto utama oleh Yan Krukau dari Pexels