RS Universitas Indonesia (RSUI) kembali menggelar rangkaian seminar awam dengan tajuk utama: “Rinitis Alergi pada Anak: Penyakit Multimorbid”. Seminar ini juga diselenggarakan untuk memperingati Pekan Kewaspadaan Alergi yang diperingati pada tanggal 22-28 April 2024.
Alergi pada anak merupakan salah satu permasalahan kesehatan yang sering menyita banyak perhatian orang tua. Kadang, perjalanan menemukan penyebab alergi juga tidak mudah. Salah satu alergi yang banyak dialami anak adalah rinitis alergi yang mempunyai banyak penyebab.
Seminar Awam Bicara Sehat ini hadir untuk memberikan pengetahuan dan informasi seputar isu yang diangkat. Seminar ini dimoderatori oleh Ns. Robiyatul Adawiyah, M.Kep, Sp.Kep.A yang merupakan Clinical Care Manager NICU dan PICU RSUI.
Narasumber pertama dalam seminar ini yaitu dr. Andina Nirmala Pahalawati, Sp.A yakni seorang dokter spesialis anak di RSUI. Dokter Andina membawakan materi dengan tema “Faktor Risiko Alergi pada Anak”. Dokter Andina mengawali materi dengan menjelaskan pengertian dari alergi. Alergi menggambarkan reaksi tubuh terhadap sesuatu (alergen) yang tidak membahayakan bagi sebagian besar orang, beberapa contoh alergen tersebut diantaranya serbuk sari, makanan, gigitan serangga, jamur, tungau, debu, bulu binatang, obat-obatan, atau material tertentu.
Alergi erat kaitannya dengan sistem imun yang bertugas untuk mendeteksi dan mengeliminasi zat asing yang berbahaya. Beberapa contoh gejala alergi yang sering terjadi diantaranya ruam merah yang gatal, bengkak pada bagian tubuh tertentu, bersin, pilek, radang, hidung mampet, batuk, napas mengi, hingga diare. Respons alergi juga bisa menjadi reaksi anafilaksis yaitu respons yang berlebihan, ini termasuk reaksi berat dan kegawatdaruratan, responsnya terjadi saat pembuluh darah melebar dan “bocor”, cairan dari pembuluh darah pindah ke ruangan-ruangan di luar pembuluh darah. Pada reaksi ini dapat terjadi pembengkakan di bibir dan kelopak mata bengkak, hingga sesak napas.
Baca juga: Sex Education Untuk Anak Itu Tentang Pengetahuan Reproduksi Sehat
Dokter Andina juga menjelaskan beberapa penyakit yang berhubungan dengan alergi, diantaranya dermatitis atopi (reaksi alergi di organ kulit), rinitis alergi (pilek), asma, atau alergi makanan (diare atau kulit memerah). Terdapat beberapa faktor risiko alergi, diantaranya (1) faktor pejamu (berasal dari tubuh anak itu sendiri, misalnya ras, genetik, jenis kelamin dan usia. Jika kedua orang tua memiliki riwayat alergi, anak berpotensi sebesar 60-90% mengalami alergi juga, jika hanya salah satu dari orang tua yang memiliki alergi, anak berpotensi mengalami alergi sebesar 30-50%; (2) faktor lingkungan yaitu berasal dari asap rokok dan polusi. Pajanan asap rokok membuat anak (sebagai perokok pasif) memiliki serum IgE total yang lebih tinggi dibandingkan anak yang tidak terpapar; (3) faktor lain yang bisa berasal dari pola diet dan infeksi. Seringnya mengonsumsi makanan cepat saji dan ultra-processed food meningkatkan IgE total, sementara jika rutin mengonsumsi buah dan sayur, maka serum IgEnya lebih rendah.
Dokter Andina mengatakan bahwa diagnosis alergi dapat ditegakkan melalui pemeriksaan riwayat gejala, riwayat keluarga, tes darah (IgE), skin prick test, dan patch test. Dalam menatalaksana alergi, kita perlu memahami tujuannya. Tujuan utamanya bukanlah untuk menghilangkan, tapi mengontrol gejala agar tidak mengganggu kualitas hidup anak dan mencegah progresivitas penyakit alergi. Beberapa cara mengontrolnya dengan menghindari alergen, jika ternyata tidak bisa dihindari, pasien dapat berdiskusi dengan dokter untuk melakukan metode farmakoterapi atau imunoterapi.
Narasumber kedua dalam seminar ini yaitu dr. Niken Lestari Poerbonegoro, Sp.THTBKL, Subsp.AI(K) yakni seorang dokter spesialis telinga hidung tenggorokan di RSUI. Dokter Niken membawakan materi dengan tema “Rinitis Alergi dan Multimorbiditasnya”. Dokter Niken mengawali materi dengan menjelaskan penyakit rinitis alergi yaitu penyakit kronik pada rongga hidung akibat reaksi alergi. Penyakit ini sering ditemui pada anak, remaja, dan dewasa muda. Sebanyak 35% anak mengalami rinitis alergi. Pemicu alergi yang paling sering adalah tungau, kecoa, serbuk sari, dan bulu kucing/anjing. Beberapa gejala rinitis alergi diantaranya seperti hidung meler, gatal, telinga gatal, rasa penuh, gangguan penghidu, sakit kepala, tenggorok gatal, batuk, mendengkur, dan terdapat bayangan gelap di bawah mata.
Dokter Niken menjelaskan beberapa pemeriksaan yang diperlukan dalam menangani rinitis alergi, diantaranya pemeriksaan hidung/endoskopi. Pada orang yang rinitis alergi terlihat rongga hidung menyempit dan terdapat cairan bening. Selain itu diperlukan pemeriksaan penunjang yaitu tes cukit kulit atau dengan pemeriksaan darah (antibodi IgE spesifik).
Penatalaksanaan rinitis alergi dilakukan setelah diketahui alergennya. Setelah sudah diketahui, hindari alergen tersebut atau kontrol lingkungannya (misalnya membersihkan kamar secara rutin), mencuci hidung, atau diberikan obat-obatan (jenis anti histamin atau steroid). Jika langkah-langkah tersebut belum memberikan respons, dapat diberikan imunoterapi, atau dilakukan tindakan bedah pada orang dewasa (dengan mengecilkan konka hidung atau sarafnya diblok agar berkurangnya sumbatan cairan).
Dokter Niken juga memaparkan beberapa alasan mengapa rinitis alergi pada beberapa pasien tidak kunjung sembuh. Terdapat empat faktor yang membuat rinitis alergi tidak terkontrol, diantaranya (1) faktor penyakit – yaitu penyakit sudah meluas tidak hanya di hidung; (2) faktor diagnosis – diagnosis kurang tepat atau adanya penyakit penyerta, multimorbiditas (rinitis alergi tidak berdiri sendiri, dan ada penyakit lainnya); (3) faktor pasien – konsumsi obat tidak cukup, atau kepatuhan berobatnya rendah; (4) faktor pengobatan – pengobatan tidak adekuat, atau obat hanya simtomatik (hanya untuk menghilangkan gejala saja).
Baca juga: Tidak Ada Efek Samping Akibat Vaksin COVID-19 di Indonesia
Di akhir, dokter Niken berpesan jika anak mengalami keluhan rinitis alergi atau sudah menjalami pengobatan namun belum mengalami perbaikan, segera bawa anak ke dokter untuk mendapatkan diagnosis dan tata laksana yang tepat.
Antusiasme peserta sangat tinggi, dengan jumlah peserta sebanyak 150 orang. RSUI berharap kegiatan Seminar Awam Bicara Sehat Virtual ini dapat terus hadir sebagai salah satu upaya promotif dan preventif kepada masyarakat luas. Untuk mendapatkan informasi terkait pelaksanaan seminar Bicara Sehat selanjutnya dapat dipantau melalui website dan media sosial RSUI.
Siaran ulang dari seminar awam ini dapat juga disaksikan di channel Youtube RSUI pada link ini. Sampai bertemu kembali di ajang berikutnya!
Foto utama oleh Ana Klipper dari Unsplash