KOLOM DIGITAL EDUCATION OLEH M. GORKY SEMBIRING
Cara dan kebiasaan kita bicara ke anak, kelak akan menjadi suara hati mereka. Sebagaimana kalimat bijak yang mengatakan bahwa, lebih sederhana mendampingi dan membesarkan anak menjadi tangguh ketika balita daripada memperbaiki mereka setelah dewasa.
Mendampingi dan membesarkan anak sesungguhnya upaya menyiapkan dan mengajari interaksi yang sesuai dengan perkembangan usia. Dan, dalam konteks dan batasan tertentu, mengatakan TIDAK kepada anak merupakan tindakan cinta!
Sebagai orang tua, kita sering tak mampu hadir secara emosional. Acuh tak acuh dan tidak perhatian akibat terlalu sibuk. Ada juga yang amat sangat kritis terhadap permintaan kasih sayang anak. Akumulasi ini akan membuat mereka menghadapi penolakan diri. Tidak mudah bergaul. Sulit menerima keberadaan apa lagi kritik dari orang lain.
Baca juga: Bayi Lahir di Bulan Agustus? Ini Fakta dan Keunikan Karakternya
Semua fenomena di atas, terkait erat dengan pola pendampingan terhadap anak, di rentang usia sampai dengan empat tahun. Atau, mereka yang masuk dalam kelompok usia di bawah lima tahun, lazim disebut balita.
Mereka sesungguhnya makhluk kecil, mungil. Unik juga menarik serta bisa berubah dari tertawa menjadi menangis dalam sekejap, atau sebaliknya. Begitu pula kita orang tua. Dalam waktu singkat, yang tadi merasakan kepenatan, mendadak segar bercengkrama dengan mereka. Bisa juga sebaliknya, kita yang tadinya memiliki perasaan nyaman dan damai sekonyong-konyong dapat berubah menjadi cemas. Terlebih jika tiba-tiba ada yang membuat balita kita merasa tidak nyaman.
Otak balita berkembang sangat cepat. Dalam beberapa tahun, kebanyakan balita mulai belajar berjalan, berlari dan melompat. Bahkan ada yang mulai belajar mengendarai sepeda roda tiga. Atau, malah belajar memanjat. Bersamaan dengan perkembangan ini, tak jarang balita mendapat “tantangan”. Semisal terjatuh ketika belajar berjalan atau naik sepeda.
Juga belajar berbicara. Bahkan mampu membuat asosiasi sesuai taraf usia dan perkembangan mereka. Mulai mampu memegang krayon dan menggambar atau menulis, makan sendiri, bermain, mendengarkan cerita dan menggunakan imajinasinya.
Tahap balita dipenuhi kesenangan dan pengalaman baru. Namun, dapat juga menjadi tantangan bagi anak-anak dan orang tua. Terutama di saat balita belajar mengkomunikasikan keinginan dan kebutuhan mereka. Dengan memaksa.
Pada dasarnya, balita hanya mencoba mencari tahu. Katakanlah mulai “kepo” apakah mereka masih bayi atau sudah menjadi anak besar? Sering bolak-balik di antara keduanya. Bisa jadi mudah menangis jika tidak mendapatkan apa yang diinginkan. Tak jarang banyak pula balita suka menegaskan kemandirian mereka. Termasuk sikap ngotot memastikan apa yang mereka minta dan inginkan langsung mereka dapatkan SEGERA.
Tak jarang sikap ibu dan ayah terbelah. Bisa jadi ibu cemas jika keinginan balita tidak dipenuhi. Dapat membuat balita murung. Sementara barangkali ayah merasa tidak semua harus dipenuhi. Atau sebaliknya, ayah yang merasa was-was jika tidak dipenuhi. Sementara ibu merasa belum saatnya jika permintaan tersebut dipenuhi sekarang.
Baca juga: Kesetaraan Gender Harus Dimulai Dari Keluarga
Sikap sebagai orang tua harus seiring dan sejalan. Jikapun harus menolak atau menunda permintaan balita, orang tua harus “dalam sikap dan posisi” sama. Dengan begitu tidak akan membuat nilai ganda di mata balita. Kesamaan sikap harus diupayakan sebaik mungkin sehingga mampu melakukan yang terbaik. Tetap tenang dan menggunakan ungkapan yang tepat jika harus menolak permintaan balita.