Oleh Dr. Edi Setiawan Tehuteru, Sp.A(K), MHA.
Kata komunikasi diadopsi ke dalam bahasa Indonesia dari bahasa Latin, communicatus, yang bermakna berbagi atau menjadi milik bersama.
Sebagai masyarakat awam mungkin kita selama ini menganggap komunikasi sebatas bagaimana orang berbicara kepada orang lain dan jarang atau bahkan hampir tidak pernah ada masalah dalam hal tersebut. Akan tetapi, perlu diingat bahwa komunikasi sebenarnya bukanlah sekedar berbicara tetapi juga bagaimana pesan yang seseorang sampaikan dapat dimengerti oleh lawan bicara. Menurut KBBI sendiri, komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami dalam beragam bentuk baik verbal seperti bahasa, mikro ekspresi wajah, gestur maupun nada bicara.
Baca juga: 5 Tips Membuat Hari-hari Balita Bermakna
Sebagai tenaga kesehatan, komunikasi verbal merupakan alat yang kerap diandalkan ketika melayani pasien. Masalahnya, tidak semua tenaga kesehatan memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik kepada pasiennya. Ketika hal seperti ini terjadi, tidak jarang sebuah rumah sakit akan menerima banyak komplain dari pasien, atau bahkan mereka menganggap dokter melakukan malpraktek.
Dalam komunikasi verbal, diperlukan pemilihan kata-kata, intonasi, bahasa tubuh dan waktu serta tempat yang tepat selain juga melihat kondisi psikologis pasien, apakah sudah siap menerima pesan yang akan disampaikan. Harapannya sudah tentu adalah agar pasien dapat memahami maksud dari informasi yang disampaikan oleh dokter.
Pernah suatu ketika ada seorang pasien perempuan yang terkena kanker payudara. Dokter yang menanganinya sudah berusaha keras untuk dapat menyembuhkannya akan tetapi takdir berkata lain. Obat-obat yang diberikan ternyata tidak memberikan respon yang diharapkan. Mengingat tidak ada lagi yang dapat diperbuatnya, dokter mengatakan kalau si ibu boleh pulang tanpa embel-embel keterangan yang jelas tentang mengapa ia harus pulang. Pokoknya pulang titik.
Seorang pasien kalau diperkenankan pulang oleh dokter biasanya akan menunjukkan mimik muka bahagia. Tidak demikian yang terjadi dengan ibu ini. Justru sebaliknya, mimik mukanya justru menunjukkan perasaan sedih dan bingung. Bahkan si ibu mengatakan kalau dia tidak mau pulang. Sejak itu, suasana di ruangan menjadi tidak enak. Dokter sudah menyuruh pasiennya pulang sehingga ia tidak merasa harus menemui si ibu lagi setiap hari. Sementara si ibu, sebenarnya masih banyak hal yang ingin ditanyakannya kepada dokter yang selama ini merawatnya. Perawat lama kelamaan juga merasa jengah karena selalu ditanya kapan dokter datang untuk menemuinya. Mereka merasa terganggu, namun tidak tahu bagaimana caranya supaya ibu ini mau pulang.