Oleh: Dr. Edi Setiawan Tehuteru, Sp.A(K), MHA.
Di bangsal sebuah rumah sakit, dimana satu kamar dihuni oleh beberapa anak yang terkena kanker, ada seorang anak yang kondisinya kritis. Segera dokter memberi instruksi agar anak tersebut masuk ICU. Masih dihari yang sama, ada lagi anak yang mengalami kondisi seperti di atas.
Bedanya, dokter tidak memberi perintah kepada perawat untuk memindahkan sang anak ke ICU. Akibatnya, orangtua kecewa dan marah kepada dokter serta mengatakan kalau dokter tidak mengusahakan yang terbaik untuk anaknya.
Bagi sebagian masyarakat Indonesia, ICU menjadi harapan terakhir bagi mereka yang anggota keluarganya mengalami perburukan. Jadi, kalau ada anggota keluarga yang kritis, keluarga pasien berharap dokter segera merujuknya ke ICU. Tidak heran mengapa orangtua yang anaknya kritis namun tidak dipindah ke ICU menjadi kecewa dan marah. Tidak jarang juga kemudian dokter akhirnya dicap melakukan malpraktek.
Mengacu pada peristiwa di atas, tentunya timbul banyak pertanyaan. Benarkan semua orang yang sakit dan mengalami penurunan kondisi harus dirawat di ICU? Apakah bila tidak dimasukkan ke ICU berarti keluarga atau dokter tidak melakukan yang terbaik buat keluarganya yang sakit tersebut?
Mungkin masih banyak orang yang tidak mengetahui bahwa indikasi seorang pasien masuk ICU adalah bila penyakitnya masih memungkinkan untuk disembuhkan. Sebagai contoh adalah anak yang terkena infeksi demam berdarah. Penyakit demam berdarah adalah penyakit yang memiliki potensi untuk disembuhkan. Bila dalam perjalanan penyakitnya mengalami perburukan, maka anak ini akan dirujuk segera ke ICU.
Seandainya pada waktu yang bersamaan ada dua anak di bangsal yang mengalami perburukan kondisi. Anggap saja yang satu terkena infeksi demam berdarah dan satunya lagi adalah anak dengan kanker bola mata yang sdh menyebar ke otak. Dalam situasi seperti ini, dokter tentunya akan melakukan penilaian. Salah satu yang dinilai adalah penyakit mana, diantara keduanya, yang masih punya potensi unt disembuhkan.
Dokter tentu akan memilih anak yang terkena demam berdarah untuk mendapat perawatan lanjutan di ICU. Jangan pernah berpikir bahwa dokter pilih kasih atau melakukan malpraktek karena memilih anak yang terkena demam berdarah untuk dirawat di ICU. Seandainya ICU penuh, dokter akan mencarikan ICU di rumah sakit lain dan mengantarkannya segera dengan menggunakan mobil ambulan.
Bagaimana dengan anak yg terkena kanker bola mata stadium 4. Apakah ia tidak layak masuk ICU? Jawabannya bukan masalah layak atau tidak layak.
Perburukan yang terjadi pada anak ini menunjukkan progresifitas penyakitnya yang kemungkinan besar sulit untuk diobati. Anak ini bisa dibilang sudah pada tahap menjelang kematian. Apakah ICU merupakan tempat yang terbaik?
Seorang pakar paliatif dari Selandia Baru mengatakan bahwa apa yang diinginkan dari seseorang menjelang kematiannya adalah Tuhan dan keluarganya. Apakah anak ini bisa mendapatkan keduanya kalau dimasukkan ke ICU? Semua mengetahui kalau jumlah pengunjung ICU sangat dibatasi pada saat jam besuk. Sementara sang anak mungkin ingin bertemu dengan adik atau kakaknya, kakek dan neneknya, paman dan bibinya pada waktu yang bersamaan.
Belum lagi kalau adiknya masih kecil, pasti tidak boleh masuk juga. Setelah berada di dalam, pengunjung pastinya tidak boleh ribut karena dianggap dapat mengganggu pasien lainnya. Tidak mungkin bisa berkumpul di dalam untuk melakukan pengajian atau kebaktian.