Antara Keberhasilan Program KB dan Menjaga Regenerasi

Jagad media sedang dihebohkan dengan tajuk berita “BKKBN Mewajibkan Punya Anak Perempuan 1 dalam Keluarga”. Judul berita tersebut bersliweran dengan ragam komentar pro dan kontra dari masyarakat.

Sangat wajar apabila kemudian menimbulkan kehebohan di masyarakat, mengingat paparan informasi mengenai hal tersebut belum kentara benar. Untuk itulah, mari kita ulik sedikit, sebenarnya bagaimana kebenaran informasinya.

Belum lama ini, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dokter Hasto, menyampaikan pernyataan yang cukup menggelitik masyarakat. “Kami mempunyai target satu perempuan ‘rata-rata’ melahirkan satu anak perempuan.”

Pernyataan tersebut dilontarkan oleh dokter Hasto saat menyikapi angka kelahiran (Total Fertility Rate = TFR) di Indonesia yang sudah mencapai angka ideal 2,1 pada saat kegiatan Media Briefing yang diselenggarakan di Hotel Santika Semarang, minggu lalu.

Sebelumnya, mari kita garis bawahi bersama, penafsiran makna ‘rata-rata’. Pengertian rata-rata, merupakan perwakilan kuantitas dari sekelompok data. Besar kecilnya nilai rata-rata dipengaruhi oleh jumlah semua data dan banyaknya data. Dari penjelasan epic ini, makna rata-rata tidaklah sama dengan pengertian wajib.

Penjelasannya, bukan lantas bermakna satu keluarga wajib mempunyai anak perempuan. Bukan. Bisa jadi ada keluarga yang mempunyai dua anak laki-laki semua, atau justru mempunyai dua anak perempuan semua. “Kalau depan rumah saya punya anak perempuan dua, belakang saya gak punya anak perempuan, pas sudah.”

Baca juga: Sambut HAN 2024, Kolaborasi Penyanyi Anak Ini Tampilkan Senandung Nusantara di Bali

Demikian penjelasan lanjut dokter Hasto saat ditemui di sela kegiatan “Sinergi dan Kolaborasi Tenaga Lini Lapangan untuk Mensukseskan Program Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stunting di Provinsi Jawa Tengah” di Hotel Atria Magelang, Minggu (07/07/2024).

● Keberhasilan Program Keluarga Berencana

Menghindari 4Terlalu dalam program Keluarga Berencana (program KB) yaitu menghindari Terlalu muda, Terlalu tua, Terlalu dekat dan Terlalu banyak dalam perencanaan kehamilan dengan menggunakan alat kontrasepsi, merupakan tujuan dari program KB. Sebuah tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta menekan angka kematian ibu dan bayi pada saat melahirkan.

Program KB juga berperan menentukan kualitas keluarga, karena program ini dapat menyelamatkan kehidupan perempuan serta meningkatkan status kesehatan ibu, terutama dalam mencegah kehamilan tak diinginkan.

Kebijakan pemerintah meluncurkan program KB sejak tahun 1970-an dinilai telah berhasil menekan laju pertumbuhan penduduk di Indonesia.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), laju pertumbuhan penduduk Indonesia melambat dalam beberapa dekade terakhir. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2020, sepanjang 2010-2020, rata-rata laju pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 1,25 persen, menurun cukup tajam dibandingkan periode 1971-1980 yang sebesar 2,31 persen. Bahkan, laju pertumbuhan penduduk pada tahun 2024 ini “hanya” 1,11%, persentase ini menurun 0,2% dari tahun 2023

Banyak faktor yang pada akhirnya mempengaruhi penurunan laju penurunan penduduk di Indonesia. Salah satunya adalah penurunan angka kelahiran atau Total Fertility Rate (TFR) di Indonesia. Diketahui, berdasarkan hasil Sensus Penduduk Tahun 2020, angka TFR di Indonesia sudah mendekati angka standar 2,1.

Angka rujukan tersebut merupakan angka capaian ideal bagi seluruh negara yang kemudian disebut dengan istilah Penduduk Tumbuh Seimbang (PTS). Jika TFR berada di bawah angka 2,1, maka penduduk cenderung akan mengalami penurunan jumlah. Namun jika TFR lebih dari 2,1, maka akan terjadi pertumbuhan penduduk.

TFR sendiri merupakan indikator penting yang mencerminkan rata-rata anak yang dilahirkan seorang wanita selama masa reproduksinya. Nilai TFR menjadi acuan strategis untuk menilai efektivitas program KB dalam mengendalikan laju pertumbuhan penduduk di suatu negara.

Penurunan TFR, juga berperan penting dalam mencegah terjadinya ledakan kelahiran (babyboom) di masa pandemi Covid-19. Pandemi ini telah memicu kekhawatiran bersama akan lonjakan angka kelahiran akibat penurunan penggunaan alat kontrasepsi dan keterbatasan layanan kesehatan.

Meskipun demikian, tentu ada disparitas angka kelahiran (TFR) di berbagai daerah di Indonesia. Pembangunan dan akses informasi yang belum merata menjadi salah satu pangkalnya. Dikutip dari Kompas.com, Sabtu (29/06/2024), dokter Hasto memaparkan,“Di Jawa (TFR) sudah 2,00 sekian ya. Di Jabar sudah 2,00 sekian. Sementara di Jawa Tengah 2,04, di DIY 1,9, di DKI 1,89. Jadi, pembangunan yang sifatnya asimetris harus disikapi bersama.”

“Ada wilayah lain seperti NTT dan Papua yang anaknya masih banyak. Tapi di daerah Jawa rendah sekali,” ungkapnya.

Ditambahkan dokter Hasto, untuk itulah BKKBN berkomitmen untuk merumuskan kebijakan yang tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan spesifik masing-masing wilayah. Hal ini dilakukan demi menjaga keseimbangan dan mencapai angka kelahiran ideal di seluruh wilayah Indonesia.

Lantas, apa pentingnya mempertahankan TFR di Indonesia jangan sampai lebih dari 2,1 dan anjuran rata-rata keluarga memiliki satu anak perempuan?

● Perencanaan Keluarga, TFR = 2,1 & NRR = 1

Fertilitas cenderung berkorelasi terbalik dengan tingkat pembangunan ekonomi. Secara historis, wilayah maju memiliki tingkat fertilitas yang jauh lebih rendah, yang umumnya berkorelasi dengan kekayaan, pendidikan, tekhnologi, arus informasi, dan faktor-faktor lain yang lebih besar.

Sebaliknya, di wilayah yang kurang berkembang, tingkat fertilitas cenderung lebih tinggi. Tingkat fertilitas juga lebih tinggi antara lain karena kurangnya akses ke alat kontrasepsi.

Seperti diketahui, dikatakan suatu negara telah mencapai penduduk tumbuh seimbang, maka angka fertilitas atau TFR ideal sebesar 2,1. Maka, agar tidak terjadi de-populasi nilai Net Reproductive Rate (NRR) sebesar 1,00.

NRR sendiri adalah jumlah bayi perempuan yang dilahirkan oleh perempuan selama masa reproduksinya dengan asumsi bayi perempuan tersebut mengikuti pola fertilitas dan pola mortalitas ibunya.

Karena itulah ada korelasi kuat antara TFR dengan NRR. Bahasa mudahnya demikian: rata-rata kelahiran anak perempuan di masyarakat dianjurkan satu anak, tetapi dengan tetap mengupayakan di setiap keluarga memiliki anak rata-rata sebanyak dua anak.

Meskipun terdengar seperti mengatur kelahiran, tetapi begitulah pentingnya merencanakan suatu kehamilan. Hak prerogative memang milik Tuhan Yang Maha Esa. Akan tetapi tidak ada salahnya merencanakan suatu kehamilan dalam keluarga.

Baca juga: Imunisasi Tidak Merusak Sel dan DNA

Hal itu sejalan dengan program Pembangunan Keluarga, Kependudukan, Keluarga Berencana (Bangga Kencana) BKKBN, yang menitikberatkan kepada pentingnya merencanakan sebuah keluarga. Dimulai dari memperhatikan asupan makanan bagi remaja untuk pertumbuhannya.

Penting juga menjaga kesehatan pada setiap calon pengantin, menjaga kesehatan bagi ibu hamil dan menyusui, dan memperhatikan asupan makanan bergizi bagi bayi dan anak.

Seperti rantai makanan, seluruhnya saling berkaitan erat. Tujuannya tentu saja untuk mewujudkan generasi emas 2045, serta menjaga agar regenerasi tetap berjalan baik.

Foto utama oleh Devon Daniel dari Unsplash

Parents Guide
Parents Guidehttp://www.burhanabe.com
Info seputar parenting, mulai dari kehamilan, tumbuh kembang bayi dan anak, serta hubungan suami istri, ditujukan untuk pasangan muda.

Related Posts

Comments

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

0FansLike
400FollowersFollow
8,385FollowersFollow

Recent Stories