Oleh Dr. Edi Setiawan Tehuteru, Sp.A(K), MHA.
Saat belajar untuk menjadi seorang dokter, perawat, maupun bidan, guru-guru kita selalu mengingatkan untuk selalu melayani pasien secara holistik. Yang dimaksud tentunya adalah melayani pasien dengan tidak hanya memperhatikan aspek fisiknya saja, tetapi juga aspek psikologi, sosial, dan spiritualnya.
Memperhatikan keempat aspek yang ada, saya memperhatikan bahwa aspek spiritualitas merupakan aspek yang paling jarang atau bahkan tidak dibicarakan atau didiskusikan di bangku kuliah maupun dalam praktek sehari-hari sebagai tenaga kesehatan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh McBride, dkk tahun 1998.
Di Amerika, sejak tahun 1990, penelitian yang berkaitan dengan spiritualitas terlihat meningkat secara tajam. Koenig tahun 2012 mempelajari 344 penelitian yang dipublikasi tahun 2000-2010 dan menyimpulkan bahwa spiritualitas dalam arti luas dapat membantu pasien menanggulangi nyeri, stres, penyakit-penyakit seperti diabetes, kanker, HIV/AIDS, jantung, ginjal, kejiwaan, dan isu bunuh diri.
Dalam penelitian ini, Koenig juga menghubungkan spiritualitas dengan kebiasaan hidup sehat. Terindikasi terjadinya 90terindikasi penurunan jumlah perokok, 68% peningkatan kesadaran pentingnya berolahraga, dan 52% penurunan kadar kolesterolnya.
Sepengetahuan saya, belum pernah ada artikel yang menghubungkan kesehatan dengan spiritualitas yang diterbitkan oleh jurnal di Indonesia. Mungkin kedepannya kita dapat memulai penelitian di bidang ini.
Baca juga: Imunisasi Anak Usia Di Atas 5 Tahun, Apa Saja?
Mengacu pada penelitian mengenai dampak positif aspek spiritualitas bagi kesehatan, sebagai tenaga kesehatan kita harus mencoba mencari formula yang tepat untuk mengaplikasikannya dalam menangani pasien-pasien di rumah sakit.
Saat ditugaskan menjadi mentor paliatif di salah satu rumah sakit umum provinsi di Jakarta Timur, Direktur di rumah sakit tersebut menggagas sebuah ide yang berkaitan dengan aspek spiritualitas. Pada saat itu beliau bingung mau mulai menerapkan paliatif dari aspek yang mana terlebih dahulu. Akhirnya, berdasarkan kesepakatan dengan tenaga kesehatan yang ada di rumah sakit tersebut, mereka setuju untuk memulainya dari aspek spiritualitas.
Setiap ada pasien yang akan menjalani tindakan operasi di kamar bedah, tenaga kesehatan diminta untuk mengajak pasien dan keluarganya berdoa terlebih dahulu di ruangan dan sebelum masuk ke kamar bedah.
Sebuah ide yang cemerlang.
Akhirnya, saya pun mencoba untuk melakukannya di rumah sakit tempat saya bekerja. Seandainya ada anak yang akan dioperasi, maka saya pastikan bahwa saya datang sebelum jadwal operasi dimulai.
Sebelum berangkat ke kamar bedah, saya mengajak anak dan keluarganya untuk berdoa terlebih dahulu mohon penyertaan Tuhan atas operasi yang akan dilaksanakan. Saya sendiri yang juga mengantar sang anak ke kamar bedah dan di sana saya mengajak mereka untuk berdoa kembali.
Dapat terlihat jelas bahwa anak dan keluarganya tenang karena mereka sudah ikhlas dan menyerahkan operasi yang akan berlangsung ke dalam tangan Tuhan.