Oleh Dr. Edi Setiawan Tehuteru, Sp.A(K), MHA.
Bagi anak-anak yang terkena leukemia, namun tidak respon dua kali terhadap kemoterapi, maka tidak ada jalan lain kecuali transplantasi. Sungguh malang bagi anak-anak ini karena di Indonesia belum ada rumah sakit yang dapat memberikan pelayanan transplantasi. Kita semua pasti sudah tahu ujung-ujungnya apa yang akan terjadi pada mereka.
Ketika tengah memikirkan apa yang bisa dilakukan untuk anak-anak dengan kondisi di atas, telepon genggam saya berbunyi. Terdengar suara seorang perempuan yang akhirnya saya ketahui bahwa dia adalah seorang pasien leukemia yang baru saja menyelesaikan pengobatan dengan menggunakan CAR-T Cell Therapy di Malaysia.
Oleh dokter yang menanganinya di sana, ia diminta untuk menghubungi seorang dokter kanker anak di Indonesia. Tidak tahu dapat nomor saya dari mana, akhirnya ia berhasil menghubungi saya. Intinya, dokter ini ingin berbagi pengetahuan dengan dokter di Indonesia tentang CAR-T Cell Therapy.
Baca juga: Dibuang Sayang: Sebuah Impian yang Menjadi Nyata
Hubungan kami diawali dengan berbicara melalui telepon. Saya dan dokter yang biasa saya panggil dengan sebutan Dr. Lim akhirnya bertemu. Selain saya, saya juga pertemukan beliau dengan dokter-dokter lainnya, seperti dokter dari bagian patologi klinik, dokter dari penelitian dan pengembangan, dokter dari bank darah berikut staf dari masing-masing bagian tersebut.
Pertemuan itu menyepakati bahwa akan dicari pasien yang terindikasi untuk dilakukan terapi tersebut. Dr. Lim mengingatkan saya untuk mencari pasien yang cukup berada secara finansial mengingat di Indonesia belum ada laboratorium yang memproduksi CAR-T Cell. Jadi, sel T pasien harus dikirim ke Kuala Lumpur agar dapat direkayasa di laboratorium di sana.
Dikirimnya juga tidak bisa menggunakan jasa kurir karena terbentur dengan peraturan pemerintah yang tidak memperbolehkan pengiriman cairan tubuh ke luar negeri. Orangtua sendiri yang harus mengantarkannya dan sesampainya di sana akan diterima langsung oleh petugas laboratorium. Setelah diserahkan, orangtua dapat kembali ke Jakarta dengan menggunakan pesawat berikutnya.
Upaya pencarian pasienpun dilakukan. Akhirnya didapatlah pasien yang dimaksud, yaitu yang memang terindikasi secara medis dan cukup berada secara finansial. Anak yang pertama mendapat kesempatan menjalani metode pengobatan ini bernama Ana Khairani. Seorang anak perempuan dengan diagnosis Leukemia Limfoblastik Akut, yang sudah dua kali menjalani protokol kemoterapi risiko tinggi.
Ditetapkan pengambilan sel T akan dilakukan pada tanggal 11 Oktober 2018. Pada hari itu juga orangtua akan membawanya ke Kuala Lumpur. Proses rekayasanya dilakukan pada keesokan harinya.
Mungkin banyak yang bertanya-tanya, “Apa yang dilakukan pada proses rekayasa tersebut?”. Secara sederhana, set T Ana akan ditempelkan dengan sesuatu yang sifatnya seperti bom bunuh diri. Sehingga, pada saat sel T Ana dimasukan kembali ke tubuhnya, sel itu akan beredar di pembuluh darah untuk mengejar sel-sel leukemia yang masih ada. Bila sel tersebut berhasil menangkap sel leukemia yang masih tersisa, maka bom bunuh dirinya akan teraktivasi dan meledak bersama sel leukemianya.
Setelah mendapat kabar kapan proses di laboratorium itu selesai, beberapa hari sebelum waktu yang telah ditetapkan, Ana harus menjalani kemoterapi. Proses infus sel T Ana kembali ke tubuhnya dilakukan pada tanggal 22 Oktober 2018 pukul 14.00.
Jadi, sesampainya sang ayah dari Kuala Lumpur, langsung dibawa ke rumah sakit untuk segera diinfuskan. Tidak dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk melakukannya. Keesokan harinyapun Ana sudah boleh pulang.
Saat ini Ana sudah memasuki tahun keempatnya sejak CAR-T Cell Therapy dilakukan. Semoga dapat mencapai masa 5 tahunnya tanpa kekambuhan.
Sebagai dokter, saya tentu merasa bahagia karena dapat mengupayakan apa yang diharapkan orangtua kepada kita, yaitu anaknya sembuh. Saat itu saya berpikir bahwa metode pengobatan ini sepertinya dapat menjadi alternatif ketika transplantasi masih belum dapat dilakukan di negara kita. Ibarat pepatah, sementara belum ada akar, rotan pun jadi.
Baca juga: Dibuang Sayang: Dari Sekadar Coretan ternyata Bisa Menjadi Sebuah Buku yang Bermanfaat
Lakukanlah yang terbaik yang dapat kita lakukan untuk kesembuhan pasien kita. Seperti apa yang dikatakan Hippocrates: The doctor must do everything in his power to save lives, preserve health, or at least alleviate the suffering (Dokter harus melakukan segala upaya untuk menyelamatkan nyawa, menjaga kesehatan, atau setidaknya meringankan penderitaan).
Moms dan Pops, silahkan bisa unduh buku kuning di sini.
Foto Utama oleh National Cancer Institute dari Unsplash