#BreakTheBias
Perempuan mau apa?
Lelaki harus bagaimana?
Apa yang ingin perempuan katakan?
Apa yang harus lelaki dengarkan?
Inikah perjalanan menuju #BreakTheBias
Membahas perempuan selalu menarik. Jadi tema favorit sepanjang abad. Entah drama kehidupan, topik webinar sampai syair lagu. Kelompok musik anak muda, Payung Teduh bahkan menjadikan lagu ‘Untuk Perempuan Yang Sedang Dalam Pelukan’ sebagai andalan di albumnya.
Sementara dari deretan musisi lawas, John Lennon punya tembang ‘Woman’, menggambarkan usahanya menjelaskan sesuatu. Lain lagi Chris de Burgh, Lady in Red dijadikan ungkapan kekaguman pada perempuan. Lalu Kenny Rogers berkisah betapa dia tersesat saat kehilangan cinta perempuan dalam lagu Lady.
Masih sederet lagi tema sejenis? Pokoknya perempuan memang sumber inspirasi. Singkirkan dulu pembahasan soal sepak terjang, karakter misterius, kemanjaan apalagi kecantikannya. Baru mengulik sisi etimologi kata saja bisa riuh.
Defenisi kata perempuan di Kamus Besar Bahasa Indonedia pun sempat menuai kontroversi karena memberi konotasi negatif. Aku tidak akan bahas lagi soal defenisi, sebab bagiku perempuan adalah mahluk yang memiliki kemuliaan dan kemampuan. Berdasarkan pemahaman sebagaimana artinya dalam bahasa sansekerta.
Baiklah, perempuan memang selalu punya daya tarik, namun secara bersamaan juga sering jadi ‘bahan’. Termasuk dilecehkan, dianggap lemah, tak diberi kesempatan karena konon tak setara lelaki.
Sedikit kilas balik, tampaknya salah satu alasan ada hari Peringatan Perempuan Internasional setiap 8 Maret, merupakan bentuk perjuangan mencapai kesetaraan gender. Sebagaimana tema yang diusung dalam peringatan tahun ini, Break The Bias.
Baca juga: 4 Pesan Singkat untuk Anak di Sekolah
Seturut catatan sejarah, 15.000 perempuan berbaris di Kota New York, Amerika Serikat tahun 1908 melakukan aksi demonstrasi besar. Menuntut hak, jam kerja lebih pendek, gaji lebih baik, dan hak untuk memilih.
Setahun setelah aksi itu, Partai Sosialis Amerika mendeklarasikan Hari Perempuan Nasional. Adalah Clara Zetkin kemudian mengusulkan agar merayakan hari tersebut di setiap negara. Sebagai perempuan, aku juga kerap merasakan betapa sesungguhnya perjuangan perempuan bagai tanpa batas. Tapi tolong jangan perlakukan di luar batas. Pastinya tetap ada segelintir suara sumbang lelaki, menganggap perempuan itu mahluk labil. Ribut minta kesetaraan gender, tapi ketika disamakan kok nggak siap. Protes lagi, akhirnya isu kesetaraan gender bagai terlilit benang kusut.