International Women’s Day; Mendobrak Bias & Ketidakadilan Panjang Itu

Dalam kelembutan hati seorang perempuan (meski pada kenyataannya aku termasuk perempuan garang) ijinkan sedikit menyuarakan hati. Baik untuk kaum perempuan, terlebih para lelaki, bahwa kesetaraan gender bukan berarti perempuan hendak diperlakukan tak ubahnya lelaki, apalagi jadi setangguh lelaki. Lantas perjuangan kesetaraan gender dijadikan serangan balik: “Katanya minta disamakan!”

Aw aw aw, di sini kutemukan bahwasanya kata persamaan justru telah mencuatkan perbedaan diakhiri perdebatan tak kunjung usai. Lalu butuh diingatkan pada momen peringatan hari perempuan lewat seruan tema seperti hari ini.

Sekedar mencurahkan kata, aku tak melihat defenisi kesetaraan gender telah terjadi saat menatap seorang ibu berdiri kekar di putaran jalan. Dibalut jaket kulit, potongan rambut pendek, gesit mengatur antrean lalu lintas. Sesekali membentak pengemudi lelaki yang tak patuh. Bertindak sebagai ‘kepala gank’ pengatur jalan di mana anggotanya para lelaki.

Aku tahu dia memainkan peran itu demi menghidupi anak, bahkan mungkin termasuk suami yang nganggur. Sebagai perempuan yang juga ibu bekerja, miris rasanya menyaksikan perempuan harus ‘menjadi lelaki’ demi bertahan hidup. Sejumput tanya menggelitik, “Di mana gerangan para lelaki jika menyaksikan potret kehidupan semacam ini? Berkelit dalam istilah kesetaraan gender?”

Menggaung suara lagi: “Jagan menyalahkan lelaki dong, perempuannya kan mau begitu. Masih banyak pilihan lain kok.”

Baca juga: Happy International Women’s Day #BreakTheBias

Betul sekali, tersaji banyak pilihan. Tapi persoalannya, kadang tidak bisa memilih. Atau sesungguhnya tak perlu memilih bahkan. Andaikata lelaki mengambil peran sebagai pelindung. Kesetaraan gender kan bukan semata berubah atau mengambil alih peran dan fungsi agar semua sama. Nggak ada masalah. Ups, nanti dulu!

Foto dari internationalwomensday.com

Baiklah kita hentikan! Perdebatan begini bisa-bisa malah mengubah Break The Bias menjadi Break The Rules. Oh tidak! Ini sekedar ilustrasi kecil, barangkalipun termasuk contoh bias. Masih banyak point penting lain, kerap bikin perempuan tersedu di pojokan, merasakan betapa haknya terabaikan dan suara tidak didengar.

Tubuh dijadikan objek canda lelaki di banyak WAG, padahal banyak anggota perempuan di situ. Seakan semua biasa saja, sebagaimana para lelaki tetap santai bila sedang dijadikan lelucon. Tegar berseru: “Lelaki itu rasional, perempuan lebih bawa perasaan. Jadi baperan.”
Ajaw, perempuan lagi disalahkan.

Jadi, sebagai perempuan aku pun berkehendak Break The Bias. Dengan modal keberanian mengekspresikan diri dan tetap sebagai perempuan sejati. Baik dari sikap, penampilan, tutur kata berikut segala atribut selayaknya perempuan.

Bila masih ada lelaki meremehkan karena merasa tak setara, simpel kubisikkan: “Terbuat dari apa hatimu? Tega memperlakukan seorang perempuan begitu, sementara engkau pun terlahir dari rahim perempuan.”

Just go, no debate!

Jika perempuan Break The Bias, maka tidak sekedar menuntut kesetaraan gender, tapi juga membawa perdamaian dalam mengekspresikan diri maupun pikiran.

Ini bukan sedang menasehati
Hanya semacam ulasan diri
Perempuan dalam sunyi
Saat merasa tidak dihargai
Tapi tetap berusaha menata hati


(Ita Sembiring)

Foto utama dari Burst

Parents Guide
Parents Guidehttp://www.burhanabe.com
Info seputar parenting, mulai dari kehamilan, tumbuh kembang bayi dan anak, serta hubungan suami istri, ditujukan untuk pasangan muda.

Related Posts

Comments

Stay Connected

0FansLike
400FollowersFollow
8,385FollowersFollow

Recent Stories