KOLOM DIGITAL EDUCATION OLEH M. GORKY SEMBIRING
Kita mulai dengan pertanyaan aneh: “COVID-19, apakah kamu akan nakal atau baik padaku?
Paling tidak ada pengalaman berujung pada kenyataan bahwa hubungan antara upaya dengan kinerja dan pencapaian “diputuskan” oleh dan selama di masa pandemi ini.
Apakah ini karena ciri utama dari sains yang tidak pernah lengkap dan menetap? Karena ketika ada klaim bahwa “sains sudah mapan” berarti itulah masa akhir dari pencaharian atau penelitian ilmiah.
Sekali lagi, COVID-19, apakah kamu datang semata dengan maksud tidak baik atau ada maksud lain yang belum diketahui dan mampu mengungkapkannya dengan utuh?
Apa dan bagaimana kita merespons pertanyaan di atas? Berposisi sebagai orang tua yang harus menjalankan peran sebagai pendamping dan pengasuh anak-anak.
Baca juga: Penanganan Stunting Tak Cukup dengan Intervensi Gizi
Sekian tahun hidup bersama pandemi, banyak pelajaran dapat dipetik. Kebiasaan baru yang layaknya dapat menjadi bagian baik bagi diri dan pengalaman perjalanan hidup kita. Meski disadari, termasuk banyak hal dahsyat terjadi menyisakan trauma ke banyak orang.
Tahun demi tahun berganti, terasa kemajuan penanganan dan pengendalian pandemi. Masih ada paparan kasus susulan tetapi tidak sebanyak (jumlah) dan sebesar (intensitas dan konsekuensi) dibanding tahun sebelumnya.
Dari perjalanan pengalaman ini, banyak hal dalam bentuk pembelajaran bisa dipetik. Minimal memiliki cara dan orientasi baru bagaimana menjaga imunitas, yaitu kekebalan tubuh melalui cara hidup sehat secara fisik dan juga kuat secara mental.
Hal ini tentu sangat bermanfaat bagi kita sebagai orang tua. Sejak dan selama pandemi menyeruak, kita dihadapkan pada kegagapan terutama dalam menyesuaikan pola pendampingan dan pengasuhan anak. Tentu banyak hal membuat kita kaget. Misalnya, bekerja dan belajar tatap muka mendadak semua tatap maya. Melakukan penyesuaian atas perubahan mendadak tentu butuh upaya luar biasa.
Dari pengalaman berjalannya pandemi di tahun pertama, banyak orang tua dihadapkan dengan keletihan mendalam. Belum paham, kapan kelelahan (kejengkelan, ketakutan) tersebut mereda dan berharap berakhir. Istilah populernya “kena mental” – semacam keletihan akut. Sehingga, banyak hal baru muncul dan belum ada referensi bagaimana cara efektif menjalani apa lagi mengatasi. Dalam bahasa yang lebih lazim, akibat pandemi tersebut dalam konteks parenting, banyak orang tua mengalami depresi atau stres dalam takaran tingkat tinggi
Seiring berjalan waktu, sebagai makhluk sosial, pasti punya daya tahan tinggi mengadopsi perubahan. Hanya soal waktu. Mendekati penghujung 2022, banyak yang sudah beradaptasi dengan suasana baru ini. Di akhir 2019 lalu hal ini sering diistilahkan sebagai era the new normal. Selain memiliki kemampuan menangani implikasi pandemi secara fisik (kesehatan raga), juga sudah mulai terbiasa bagaimana merawat dan menangani implikasi pandemi secara kejiwaan (kesehatan mental)
Mari fokus pada pembahasan terkait mengenali, menghadapi dan mengatasi potensi kesehatan mental akibat tekanan pandemi. Sebagai orang tua, dapat membantu anak mempraktikkan kebiasaan kebersihan diri yang baik sebagai pengalaman langsung dan nyata selama pandemi.
Orang tua harus melakukan dialog dengan anak-anak dan seluruh anggota keluarga bagaimana. Fokus dialog terkait dengan cara menjaga dan menjalankan praktik kebersihan pribadi yang tepat secara mandiri. Pendekatan yang akan dilakukan dalam tahap ini, dimulai dan dalam tataran jiwa, untuk memperkuat kesehatan mental.
Berikut beberapa orientasi terkait kesehatan mental tatkala atau jika ada wabah seperti yang terjadi akibat virus corona. Kelihatan seperti kegiatan fisik, tetapi sesungguhnya membangun kebiasaan baru.
Baca juga: Kabar Baik: Cegah Anak dari KLB Polio dengan Gratis!
Ini berada di ranah kejiwaan, tepatnya membangun kekuatan mental. Ini beberapa daftar periksa yang jika secara fisik dilakukan akan membangun sikap mental yang baik dalam menghadapi suasan darurat, dalam hal ini terkait dengan masa pandemi.
• Sering mencuci tangan dengan sabun dan air selama minimal 20 detik. Terutama setelah mengunjungi tempat umum, sebelum makan, setelah menggunakan toilet, dan sebelum menyentuh mata, hidung, atau mulut. Pelajari cara yang baik dan benar.
• Tutup mulut dan hidung dengan siku atau tisu yang tertekuk saat batuk atau bersin. Segera buang tisu bekas tersebut ke tempat sampah. Lalu, cuci tangan dengan bersih.