Kinerja Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) di tahun 2023 semakin membaik setelah melewati masa pemulihan pasca pandemi. Kebijakan strategis dan program teknis yang dilakukan tahun 2023 dalam upaya pemberdayaan perempuan Indonesia terutama dalam ekonomi mulai menunjukkan hasil. Di lain sisi, upaya perlindungan anak juga menguat hingga ke tingkat daerah.
Di tahun 2023, KemenPPPA berhasil meraih sejumlah penghargaan seperti Anugerah Keterbukaan Informasi Publik dengan nilai sangat baik dan menempati peringkat dua (2), Anugerah Sistem Meritrokrasi pada manajemen ASN yang sangat baik, serta layanan SIMFONI PPA (Sistem Informasi Online Perempuan dan Anak) yang menjadi 1 dari 11 layanan publik terbaik di Indonesia.
Menyongsong tahun 2024, komitmen KemenPPPA untuk pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak akan terus ditingkatkan. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga dalam kegiatan temu media, Jumat (05/01) di Jakarta mengungkapkan akan berfokus pada penguatan kelembagaan dan perbaikan pelayanan publik yang dilaksanakan oleh KemenPPPA agar lebih maju. Terutama terkait lima (5) arahan prioritas Presiden dengan mengedepankan sinergi dan kolaborasi lintas sektor mulai dari pemerintah pusat dan daerah, masyarakat, dunia usaha, dan media.
Baca juga: Tentang Kelangkaan Air dan Dampaknya Pada Anak
“2024 bukan tahun yang mudah. Banyak hal yang dilakukan untuk mempercepat capaian, target dan kebijakan dari program RPJMN tahun terakhir. Sebagai bagian dari langkah-langkah yang akan diambil di tahun 2024, Kemen PPPA berkomitmen untuk memperkuat hubungan kerjasama dan terus bersinergi dengan seluruh stakeholder dalam mewujudkan Indonesia yang lebih baik untuk perempuan dan anak-anak,” ujar Menteri PPPA, Bintang Puspayoga.
Perempuan berdaya akan menjadi landasan yang kuat dalam pembangunan bangsa. Peningkatan kualitas hidup perempuan setiap tahunnya telah memperlihatkan kemajuan yang ditunjukkan dengan meningkatnya Indeks Pembangunan Gender. Keterwakilan perempuan dalam lini-lini penting dan sektoral juga ikut mendorong kesetaraan gender di Indonesia yang semakin setara.
“Perempuan juga semakin berdaya, mampu memberikan sumbangan pendapatan signifikan bagi keluarga, menduduki posisi strategis di tempat kerja, dan terlibat dalam politik pembangunan dengan meningkatnya keterwakilan perempuan di lembaga legislatif. Ini ditunjukkan dengan meningkatnya Indeks Pemberdayaan Gender. Semakin banyak perempuan menjadi pemimpin baik di desa, sebagai kepala desa atau kepala daerah hingga pimpinan di Kementerian atau Lembaga. Tentunya yang ingin dicapai di 2024 adalah peningkatan kualitas dan peran perempuan dalam pembangunan,” ujar Deputi Bidang Kesetaraan Gender KemenPPPA, Lenny N Rosalin.
Di sisi pemenuhan hak anak, terjadi tren penurunan pada angka perkawinan anak yang turun menjadi 8,06% tahun 2022 dari 10,82% tahun 2018. Namun, angka balita yang mendapatkan pengasuhan tidak layak tercatat cukup tinggi. Di tahun 2024, KemenPPPA memprioritaskan pada pencegahan perkawinan anak dan penguatan pengasuhan berbasis hak anak bagi keluarga terutama calon pasangan yang akan menikah dengan mengoptimalkan Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA).
“Fokus kita pada pemenuhan hak anak utamanya pada pengasuhan, yaitu memperkuat pemahaman masyarakat dan keluarga tentang pengasuhan anak yang layak melalui optimalisasi PUSPAGA. Ada dua kluster dalam Indeks Pemenuhan Hak Anak yang tahun-tahun ke depan akan cukup berat perjuangannya yaitu kluster pendidikan dan kesehatan. Kami tentu terus berkoordinasi dengan K/L terkait serta bersama pemerintah daerah karena pemenuhan hak anak termasuk kesehatan dan pendidikan menjadi tanggung jawab semua pihak,” jelas Deputi Pemenuhan Hak Anak KemenPPPA, Pribudiarta N Sitepu.
KemenPPPA tidak hentinya mendorong inovasi dan penguatan demi melindungi perempuan dan anak dengan meningkatkan layanan bagi perempuan anak korban kekerasan, baik cakupan maupun kualitas layanan. Tahun 2023, KemenPPPA dapat mewujudkan berdirinya Rumah Aman bagi perempuan dan anak korban kekerasan, melakukan penguatan pada Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) PPA di daerah, dan mengintegrasikan layanan pengaduan Call Center SAPA 129 yang di tahun 2023 juga telah terintegrasi di 34 provinsi.
“Dalam catatan pengaduan kasus dari layanan SAPA 129, di tahun 2023 ada peningkatan yang cukup signifikan pada jumah kasus kekerasan terhadap anak yang hampir 3 kali lipat. Tahun 2022 tercatat sebanyak 957 kasus, namun di Januari hingga November 2023 meningkat mencapai angka 2797. Tentu kami akan terus mendorong daerah-daerah untuk membentuk Unit Pelayanan Teknis Daerah (UPTD) bagi Perempuan Anak di tingkat daerah beserta penyediaan rumah aman dan mengoptimalkan penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) dan sumber pembiayaan lain agar penanganan dan penuntasan kasus dapat lebih responsif,” ungkap Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar.
Terkait isu penanganan kekerasan perempuan yang juga menjadi fokus KemenPPPA, menunjukkan perubahan ke arah lebih baik yang ditunjukkan dari Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN). Di tahun 2016 kasus prevelensi kekerasan perempuan tercatat 33%, namun di 2021 terjadi penurunan prevelensi kekerasan menjadi 26,1%. Untuk kasus yang masuk dari data pengaduan SAPA 129 dan SIMFONI tercatat kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang paling tinggi dan jenis kasus yang mendominasi adalah kasus kekerasan fisik, lalu tercatat jenis kekerasan lainnya seperti kekerasan berbasis gender online, dan kasus kekerasan seksual. Di 2024, KemenPPPA juga terus akan mengawal terkait isu trafficking atau tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
“Di tahun 2024 ini, KemenPPPA akan kembali melakukan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) dan Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) yang akan dilakukan pada periode Mei-Juli 2024. Kami akan terus menguatkan dari sisi hulunya yaitu pencegahan, karena ini yang utama. Namun jika terjadi kasus, kami berkomitmen untuk memberikan penanganan kasus tentunya dengan sinergi dan koordinasi dengan lembaga layanan yang ada baik lembaga layanan berbasis masyarakat maupun milik pemerintah serta mengacu pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) agar kasus-kasus terhadap perempuan dan anak dapat diselesaikan dengan komprehensif dan tuntas,” tutur Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan, Ratna Susianawati.
Salah satu upaya KemenPPPA untuk mengatasi kekerasan terhadap perempuan dan anak adalah dengan memastikan terbitnya peraturan turunan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
Sejak UU TPKS disahkan tahun 2022, KemenPPPA sebagai leading sector bersama Panitia Antar Kementerian/Lembaga di tahun 2023 telah menyepakati pembentukan 3 (tiga) Peraturan Pemerintah dan 4 (empat) Peraturan Presiden. Saat ini enam RPP dan RPerpres masuk tahap akhir pengundangan dan penandatanganan Presiden Republik Indonesia. Sedangkan 1 (satu) RPP dalam tahap harmonisasi.
Baca juga: Anak Kerap Jadi Korban Ketidakmampuan Orangtua Kelola Emosi
Staf Ahli Menteri Bidang Kelembagaan KemenPPPA, Rini Handayani menuturkan di tahun 2024, KemenPPPA juga akan terus mendorong pengembangan Desa/Kelurahan Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA/KRPPA) sebagai salah satu upaya mempercepat implementasi 5 isu prioritas KemenPPPA.
“Penguatan pertama yang harus dilakukan untuk membentuk DRPPA adalah indikator kelembagaan. Saat ini tercatat DRPPA/KRPPA sudah ada di 33 provinsi, 68 kabupaten/kota, dan 138 desa/kelurahan. Perkembangannya sampai saat ini, sudah hampir 200 lebih desa/kelurahan yang mengembangkan secara mandiri. Kabar baiknya, 119 dari 138 desa sudah mempunyai peraturan desa yang ramah perempuan dan peduli anak,” ujar Rini Handayani.
KemenPPPA akan terus menguatkan koordinasi dan kemitraan dengan semua pihak sebab masalah perempuan anak adalah persoalan bangsa sehingga harus diselesaikan dengan bergotong-royong. Bersatu bekerja memajukan perempuan dan melindungi anak. Perempuan Berdaya, Anak Terlindungi, Indonesia Maju.
Foto utama oleh Ketut Subiyanto dari Pexels