Oleh Dr. Edi Setiawan Tehuteru, Sp.A(K), MHA.
Dalam pengalaman selama beberapa tahun menangani anak-anak yang terkena kanker, ada banyak cerita sebelum akhirnya seorang anak didiagnosis kanker.
Moms and Pops, cerita-cerita ini juga yang akhirnya membuat anak anak yang datang untuk berobat sudah dalam stadium atau kondisi lanjut. Penyebabnya umumnya adalah orang tua dan dokter pertama yang melakukan pemeriksaan.
Baca juga: Belajar Sejarah Jawa di Ullen Sentalu
- Pernah ada pasien yang mengalami demam berkepanjangan. Orang tua menganggap itu hanya flu biasa dan si kecil hanya diberi obat penurun panas setiap hari. Setelah lama-kelamaan ia menjadi semakin lemah dan pucat, baru orang tua membawanya ke dokter. Hasil pemeriksaan dokter menyimpulkan kalau anak tersebut dicurigai terkena kanker darah atau leukemia.
- Ada juga pasien yang terlihat perutnya membuncit. Oleh orang tua dibawa ke dokter dan dokter menganjurkan agar dilakukan pencitraan perut dan ternyata ada tumor atau benjolan. Membaca hasil seperti itu, orang tua memgambil keputusan untuk tidak kembali ke dokter. Sang anak dibawa segera ke daerah seputaran Jawa Tengah untuk mendapatkan pengobatan alternatif. Enam bulan minum jamu, perut sang anak bukannya makin mengecil, malah makin membesar. Melihat kenyataan yang ada, baru orang tua mau kembali ke dokter, tetapi bukan dokter yang pertama kali mereka kunjungi. Pasti karena takut dimarahi.
- Lain lagi dengan cerita yang satu ini. Berdasarkan keluhan yang dijumpai pada seorang anak perempuan, dokter menyatakan bahwa pasien ini dicurigai terkena kanker tulang dan harus segera diamputasi untuk menyelamatkan nyawanya. Saya mengerti perasaan orang tuanya, apalagi anaknya perempuan. Keluarga menggunakan haknya untuk mendapat opini kedua. Pergilah orang tua membawa anaknya ke beberapa dokter di dalam dan luar negeri. Hasil dan anjurannya semua sama dengan dokter yang pertama. Apa hendak dikata, orang tua tetap tidak menerima dan akhirnya membawa sang anak ke pengobatan alternatif. Bukannya tambah baik, kondisi anaknya semakin menurun. Tubuhnya semakin kurus, sementara tumornya semakin besar. Melihat hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan, barulah orang tua kembali ke dokter. Pemeriksaan saat itu menunjukkan bahwa kankernya sudah menyebar ke paru. Tim dokter sepakat untuk memberikan pelayanan paliatif hingga akhirnya anak ini meninggal dunia di rumah, didampingi sang ayah.