Pencegahan stunting sebaiknya dilakukan pada dua titik, yaitu pada usia 0-6 bulan dan kelompok umur 6-23 bulan, mengingat terjadi lompatan prevalensi stunting pada kelompok umur tersebut.
Hal itu disampaikan Plt Kepala Perwakilan BKKBN Kalimantan Selatan, Dr. Nyigit Wudi Amini, S.Sos MSc, dalam acara “Sarasehan dan Dialog Umat Beragama” yang digelar di Aula Abrani Sulaiman Pemprov Kalsel, Banjarbaru, minggu lalu.
Ia juga menyoroti rendahnya angka pemberian ASI eksklusif yang baru mencapai 62 persen berdasarkan data status gizi per 26 April 2024 triwulan I. “Mohon izin dan bantuan untuk memberikan pencerahan di masyarakat karena ASI Eksklusif memberikan kontribusi yang sangat besar dalam percepatan penurunan stunting,” ujarnya berharap kepada peserta yang hadir.
Menurut Nyigit dalam keterangan tertulisnya, ASI eksklusif diberikan selama periode enam bulan. Artinya, cukup hanya ASI. “Setelah enam bulan sampai dua tahun tetap menyusui namun diimbangi dengan makanan pendamping ASI,” jelasnya.
Baca juga: Penjelasan Aturan Susu Formula Bayi
Nyigit menekankan pentingnya 1000 Hari Pertama Kehidupan sebagai periode super prioritas. “Pendekatan pentahelix dari unsur pemerintah, komunitas dan lembaga, perguruan tinggi, dunia usaha, serta media, sangat penting. Semua berkonvergensi,” ujarnya.
Menurut Nyigit, salah satu pilar dalam strategi nasional adalah komunikasi perubahan perilaku. Ini karena bicara stunting sangat bergantung pada perilaku masyarakat. Sehingga peran pentahelix, salah satunya forum koordinasi umat beragama, menjadi suatu keniscayaan.
Pendapat senada juga diungkap Asisten III Pemprov Kalsel, Ahmad Bagiyawan, S.Pd, MM, yang menyampaikan, “Penanganan stunting membutuhkan peran multipihak atau unsur pentahelix, yang meliputi pemerintah, akademisi, badan usaha atau pelaku usaha, masyarakat hingga media. Termasuk di antaranya tokoh agama, yang suaranya memiliki kekuatan tersendiri dalam menggerakkan umat.”
Kalimantan Selatan identik dengan karakter masyarakatnya yang religius. Lingkungan agamis mendukung tumbuh suburnya penyebaran dakwah di Banua. “Masyarakat lebih mudah menerima pesan-pesan kebaikan melalui media komunikasi dakwah,” tuturnya.
Pemangku kebijakan, lanjutnya, sebaiknya mampu menangkap momentum tersebut dengan cara merangkul tokoh-tokoh agama dalam menyampaikan pesan-pesan tentang pencegahan stunting. “Bagaimana pentingnya membentuk generasi sehat dari kacamata islami, dan ikhtiar yang sejalan dengan pencegahan stunting,” terangnya.
Baca juga: Imunisasi Tidak Merusak Sel dan DNA
Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), demikian Nyigit, memainkan peran krusial dalam komunikasi perubahan perilaku masyarakat untuk mencegah stunting. Melalui kegiatan keagamaan seperti khutbah, ceramah, dan diskusi komunitas, FKUB dapat menyebarkan informasi yang tepat mengenai gizi dan pola asuh anak.
FKUB juga memfasilitasi pembentukan kelompok pendukung di komunitas untuk berbagi pengetahuan dan memberikan dukungan moral serta psikososial kepada keluarga, memperkuat upaya kolektif dalam mengatasi stunting.