Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Agus Suprapto menjelaskan, pencegahan dan penanganan stunting tidak cukup dengan intervensi gizi sensitif dan spesifik.
Hal itu dijelaskannya dalam Forum Nasional Stunting 2022, yang diselenggarakan oleh BKKBN dan Tanoto Foundation, di Hotel Shangrila Jakarta, minggu lalu.
Berdasarkan Perpres 72 Tahun 2021 Tentang Percepatan Penurunan Stunting, intervensi gizi spesifik, yakni intervensi yang berhubungan dengan peningkatan gizi dan kesehatan. Sementara intervensi gizi sensitif, yakni intervensi pendukung untuk penurunan kecepatan stunting, seperti penyediaan air bersih dan sanitasi.
Menurut Deputi Agus, selain intervensi gizi, yang perlu dilakukan untuk pencegahan dan penanganan stunting adalah penguatan kapasitas dan perilaku. Dia menerangkan, yang menjadi subjek dalam penguatan perilaku untuk penanganan stunting adalah remaja putri, remaja pria, calon pengantin, ibu hamil, dan ibu melahirkan.
Baca juga: Kabar Baik:Â Cegah Anak dari KLB Polio dengan Gratis!
“Bicara stunting bukan soal pandangan kita pada balita saja. Subjek kita juga remaja putri dan putra, calon pengantin. Ibu hamil, ibu melahirkan. Kita harus menggeret fokus program pada kelompok-kelompok yang ada ini,” ujar Agus Suprapto dalam keterangan tertulisnya.
Agus menerangkan, menguatkan kapasitas dan perilaku dimulai dari kesadaran terhadap kesehatan keluarga. Seperti membangun kesadaran keluarga untuk memberikan imunisasi dasar lengkap pada anak untuk mencegah penyakit-penyakit yang bisa mengganggu pertumbuhan anak.
Kemudian, menguatkan kapasitas dan perilaku pada remaja untuk mencegah perilaku menyimpang, perilaku seksual berisiko, dan mencegah pernikahan dini. Penguatan ini kata Deputi Agus juga bisa diberikan melalui bimbingan remaja dan bimbingan perkawinan pada remaja putri maupun putra.
Deputi Agus menerangkan, kolaborasi multi pihak diperlukan untuk menguatkan kapasitas perilaku pada keluarga dan pada remaja untuk mencegah stunting.
Mulai dari peran pemerintah pusat yang telah mengeluarkan kebijakan seperti Perpres 72 Tahun 2021 dan RAN PASTI. KEpala daerah, Gubernur, Bupati, dengan tata aturan di daerah. Camat, Lurah/Kepala Desa yang langsung bersentuhan dengan masyarakat, hingga peran tokoh masyarakat, organisasi masyarakat, organisasi agama, ulama, hingga keluarga itu sendiri.
Peran organisasi masyarakat bisa menjadi penggerak dalam mengedukasi dan mensosialisasikan konsumsi makanan bergizi pada keluarga, dan kesadaran pentingnya hidup sehat, dan mencegah pernikahan dini. Kemudian, peran organisasi agama dan ulama bisa menjadi penggerak dalam mencegah perilaku menyimpang berisiko.
“Kita perlu gotong royong sepakat semuanya bersatu padu. Sekarang aksi nyata hingga tingkat keluarga yang kita butuhkan untuk mencegah stunting,” pungkasnya.
Baca juga: Moms, Pemanfaatan Energi Bersih Butuh Peran Perempuan
Sebagai informasi, BKKBN bekerjasama dengan Tanoto Foundation menyelenggarakan “Forum Nasional Stunting 2022: Bergerak Bersama Garda Terdepan dalam Pendampingan Keluarga untuk Percepatan Penurunan Stunting”.
Kegiatan ini sebagai media refleksi implementasi RAN PASTI dalam periode satu tahun terakhir, sarana menyebarluaskan praktik baik berbagai elemen pentahelix, memahami tantangan yang dihadapi oleh petugas lapangan, serta mengindentifikasi dukungan yang dapat diberikan bagi percepatan penurunan stunting di tahun mendatang.
Foto utama oleh Artem Beliaikin dari Unsplash