Kegelisahan dalam mempelajari matematika sebenarnya adalah gejala psiko-fisiologikal yang cukup umum loh, Moms and Pops.
Lebih dari 30 persen anak di atas usia balita (6 tahun ke atas) juga merasakan hal yang sama, demikian menurut Daniel Ansari, profesor psikologi dari University of Western Ontario, Kanada, kepala Numerical Cognition Laboratory , sebuah laboratorim yang melakukan beragam penelitian atas kemampuan matematika yang dimiliki manusia.
5 sampai 10 persen populasi manusia di bumi disinyalir mengidap dyscalculia, yaitu kondisi di mana kemampuan berhitung mereka sangat rendah disebabkan kelainan pada proses di otak. Kurang lebih sama seperti kesulitan penderita dyslexia untuk membaca.
Baca juga: 5 Jurus Mengenalkan Anak Pertama Kali Tentang Puasa Ramadan
Tetapi sebenarnya walaupun sulit bagi kebanyakan orang, kemahiran berhitung, sama seperti kemahiran lainnya seperti membaca, berbahasa, atau bahkan olah raga, dapat diasah bila rajin berlatih.
Penelitian Profesor Ansari, didukung beberapa penelitian lainnya, menemukan adanya indikasi bahwa anak yang pada awalnya tidak mahir berhitung akan semakin tertinggal dari teman-temannya seiring ia mengarungi jenjang pendidikan formal dari SD, SMP, SMA, bahkan sampai ketika kuliah.
David Geary, peneliti bidang yang sama dari University of Missouri telah meneliti kemampuan berhitung 180 orang pelajar dari sejak mereka masih TK sampai berumur 16 tahun dan hasilnya menunjukkan anak-anak yang tadinya kurang mahir berhitung ketika TK menjadi semakin tidak bisa mengerjakan soal matematika ketika menginjak usia remaja.
Masalahnya, saat ini sudah ada anggapan berlebihan bahwa matematika itu sulit, bahkan menakutkan.
Stigma itulah yang harus kita dibongkar terlebih dahulu.
Ketika membimbing si kecil mengerjakan soal hitungan, pancinglah rasa ingin tahunya, jadikan soal matematika tersebut seperti sebuah permainan atau bahkan petualangan. Hal ini agar ia tidak menjadi bosan atau merasa tertekan.