Kemenko PMK – Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama memberi arahan sekaligus membuka Rapat Koordinasi Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Pondok Pesantren D.I. Yogyakarta, Jumat, 26 April 2024.
“IPM D.I. Yogyakarta pada tahun 2023 sebesar 88.61 berada jauh di atas IPM Nasional yaitu 74.39. Artinya pilar pendidikan di DIY sudah sangat baik, sehingga saatnya peningkatan kualitas dan substansi. Namun demikian, kasus kekerasan di D.I. Yogyakarta tergolong tinggi, yaitu menempati posisi ke-4 di Indonesia di tahun 2024 dengan 332 kasus. Hal ini tentunya menjadi perhatian khusus serta menjadi tanggung jawab bersama antara seluruh stakeholder yang terlibat”, ujar Warsito.
Deputi Warsito juga menyampaikan pentingnya kewaspadaan serta perlunya pengembangan sistem pelayanan pendidikan di Pesantren untuk menghindari keraguan masyarakat akan adanya tindak kekerasan di pondok pesantren.
UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren serta Peraturan Daerah tentang Penyelenggaran Pesantren seharusnya dapat menjadi regulasi rujukan untuk melakukan sinergi antar seluruh pemangku kepentingan dalam pencegahan dan penanganan tindak kekerasan di pondok pesantren.
Hingga September 2023, terdapat 6 provinsi dan 46 Kab/Kota yang sudah memiliki Perda Penyelenggaraan Pesantren. Diharapkan D.I. Yogyakarta dapat segera mempercepat proses penyusunan Perda Pesantren yang sedang berjalan.
Baca juga: Moms dan Pops, Yuks Waspadai Child-Grooming pada Permainan Daring
Deputi Warsito juga menggarisbawahi bahwa perlunya substansi kekerasan ada di kurikulum pondok pesantren. Penguatan dan pemahaman literasi tentang kekerasan sangat diperlukan.
“Sehingga pemahaman tentang kekerasan tidak hanya fisik, namun juga meliputi psikis, penelantaran, perundungan atau bullying, dan seksual”, tegas Warsito.
Hadir sebagai nara sumber dalam rakor tersebut Aris Adi Leksono, Komisioner KPAI Klaster Pendidikan; Dr. H.Masmin Afif, Kepala Kanwil DIY; Anis Masykur, Kepala Subdit Pendidikan kesetaraan pada pondok pesantren salafiyah, Kementerian Agama.
“Salah satu strategi yang efektif dalam penanganan kekerasan adalah pemahaman mendalam tentang kekerasan yang harus dimulai dari dalam lingkungan pesantren sendiri. Misalnya dengan mengadakan pelatihan kepada musyrif tentang literasi perlindungan anak, konvensi anak, serta bersinergi dengan stakeholder lainnya”, ujar Aris Adi Leksono, Komisioner KPAI Klaster Pendidikan.
“Saat ini terdapat 413 pesantren yang terdaftar di Yogyakarta, dimana pesantren yang ada ini akan kami dorong menjadi layanan pendidikan yang ramah anak, serta menjadi tujuan dari pendidikan di Indonesia” , ujar Dr. H. Masmin Afif, Kepala Kanwil Kemenag D.I.Yogyakarta.
“Selain itu, untuk pemberian ijin operasional pesantren di D.I.Yogyakarta dilakukan dengan cara mendatangi secara langsung pesantren tersebut, agar benar-benar sesuai dengan peraturan yang ada” , imbuh Masmin.
Baca juga: Perlu Sinergi Optimal Untuk Cegah Kekerasan Dalam Keluarga
Anis Masykur, Kepala Subdit Pendidikan kesetaraan pada pondok pesantren salafiyah, Kementerian Agama, menegaskan bahwa salah satu hal yang dapat mencegah tindak kekerasan di pesantren adalah keterbukaan. Saat ini, pesantren harus menegakkan pentingnya keterbukaan informasi dengan berbagai pihak.
Anis menjelaskan wajibnya pembentukan tim khusus untuk pencegahan dan penanganan tindak kekerasan pada setiap pondok pesantren.
Rapat koordinasi ini dihadiri oleh Kepala Kanwil Kementerian Agama D.I.Yogyakarta beserta jajaran; Komisioner KPAI Klaster Pendidikan; Kasubdit Pendidikan Kesetaraan pada Pesantren Salafiyah; serta Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pesantren – Kementerian Agama RI. Rakor dihadiri oleh lebih dari 100 pimpinan pesantren di DIY.